Mohon tunggu...
Helen Adelina
Helen Adelina Mohon Tunggu... Insinyur - Passionate Learner

Try not to become a man of success, but rather try to become a man of value - Einstein

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Sibling Rivalry dan Terbentuknya Orang Dewasa yang Insecure

14 April 2021   07:34 Diperbarui: 14 April 2021   08:58 853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Jika ditangani dengan baik, persaingan yang sehat antar saudara akan bermanfaat bagi anak dalam mengembangkan keterampilan sosial, interpersonal dan kognitif yang penting bagi perkembangan anak. Jika persaingan antar saudara tidak ditangani dengan baik saat masa kanak-kanak, maka ada efek jangka panjang terbawa saat menginjak usia dewasa:

  • Masalah citra diri dan self-worth
  • Masalah berperan sebagai orangtua jika sudah berkeluarga
  • Depresi
  • Kecemasan
  • Kemarahan
  • Masalah perilaku buruk (temperamen)

Penelitian menunjukkan bahwa favoritisme mempengaruhi kesehatan mental. Favoritisme orang tua berdampak negatif bagi kesehatan mental anak, baik dengan menciptakan kebencian pada anak-anak yang kurang disukai, stress akibat ekspetasi orang tua yang tinggi terhadap anak yang disukainya, ketegangan hubungan antar saudara, dan konsekuensi negatif lainnya. Dampak favoritisme ini bisa bertahan lama, bahkan dapat bertahan seumur umur. Persaingan antar saudara di masa kanak-kanak dapat mengikis identitas diri dan harga dirinya sebagai seorang dewasa

Masalah emosional yang umum dijumpai pada orang dewasa akibat persaingan antar saudara yang tidak sehat seperti merasa tertolak, kecewa, meragukan diri sendiri, terluka dan marah. Jika terjadi dalam jangka waktu lama, hal ini menjadi self-sabotage. Di dalam interaksinya dengan orang lain, orang dewasa yang mengalami dampak buruk persaingan antar saudara, mengalami kesulitan dalam mengakomodasi orang lain atau menjadi pemain tim. Padahal mampu bekerja sama dengan orang lain merupakan salah faktor kesuksesan dalam karir professional.

Jika anak sering diremehkan orang tua, setelah dewasa, anak akan bergumul untuk mengidentifikasi kekuatannya. Akibatnya, anak bertumbuh menjadi orang dewasa yang tidak percaya diri, tidak memiliki ambisi untuk maju dan berprestasi dengan mengembangkan kekuatan yang dimilikinya. Tentunya ini juga akan berpengaruh pada kondisi ekonomi karena prestasi di dalam karir atau usaha, meningkatkan peluang memiliki pendapatan yang lebih besar.

Efek lainnya adalah merasa rendah diri dan tidak layak dicintai. Hal ini dapat menimbulkan depresi. Tidak jarang ini menyebabkan anak bertumbuh dewasa dan terlibat dalam toxic relationship karena penghargaan terhadap diri yang rendah. Trust issue terhadap otoritas juga dapat muncul, sehingga menjadikan orang tersebut menjadi pribadi yang cenderung pemberontak. Hal ini dapat memicu orang tersebut melakukan tindakan yang merusak diri sendiri, melanggar ketertiban umum, bahkan tindak kriminalitas.

Efek lain yang terlihat tampak positif namun sangat berbahaya adalah overachiever. Demi membuktikan diri dan membuktikan pada orang lain, orang tersebut berusaha bekerja keras untuk berprestasi, sampai-sampai lupa menjaga diri sendiri dengan beristirahat yang cukup. Ketidakseimbangan antara karir dan kehidupan keluarga bukan tidak jarang menjadi penyebab terjadinya penceraian. Ketidakmampuan membina hubungan dengan orang lain juga akan memperburuk relasi di dalam keluarga.

Saya ingat salah satu teman saya yang menjadi anak kesayangan di keluarganya. Selain sebagai si sulung, teman saya ini berwajah cantik dan juga cerdas. Adiknya anak ke-2 juga perempuan, namun tidak secantik kakaknya. Sedangkan anak ke-3 laki-laki. Jadi teman saya mendapat keistimewaan karena cerdas dan pintar dan juga status anak sulung. Anak ke-3 mendapat keistimewaan sebagai anak laki-laki karena membawa garis keturunan menurut budaya patriaki. Akhirnya anak ke-2 merasa diabaikan. Padahal adik teman saya itu memiliki potensi yang tidak kalah dari kakaknya. Walaupun adik teman saya itu lulusan teknik kampus jaket kuning, tetap merasa dirinya tidak sebaik kakaknya.

Dari pengalaman saya sewaktu bersekolah, tidak jarang saya temui teman-teman yang berusaha keras mendapatkan nilai bagus dan menjadi juara dengan motivasi ingin mendapatkan perhatian dari orang tua. Apalagi kalau ada saudaranya yang lain sudah duluan sukses. Ketika mendapat nilai B, merasa dunia seperti kiamat. Bahkan ada beberapa yang saya kenal, karena nilainya tidak memenuhi ekspetasi orang tua, menjadi stress dan depresi dan harus dirawat di rumah sakit jiwa. Di dunia kerja, saya mengenal ada beberapa teman dan kolega yang overachiever, yang hidupnya berputar di sekitar pekerjaan dan tampaknyakurang peduli atau mengabaikan yang lain. Selain kepribadiannya yang kompetitif, rata-rata motivasi yang menjadi penggerak adalah ingin membuktikan diri dan mendapatkan pengakuan dari bos dan kolega.

Saya sendiri juga terjebak melakukan hal yang sama tanpa disadari. Saat mengalami burn-out, saya baru menyadari ada yang salah dalam cara pandang saya terhadap hidup, diri saya sendiri dan orang lain. Sebagai anak tengah dan perempuan, saya bersaing dengan anak sulung, anak bungsu dan kakak laki-laki untuk mendapatkan perhatian dari orang tua. Salah satu cara untuk mendapatkan perhatian orang tua adalah dengan berprestasi di sekolah. Dan ini terbawa-bawa hingga saya dewasa. 

Peran Orang Tua Meminimalisasi Sibling Rivalry

Menurut pediatrician, Sigmund Norr, MD, persaingan antar saudara adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari, namun dapat dikelola. Ini bukan soal mainan yang satu lebih bagus dari yang lain, baju atau sepatu yang satu lebih bagus dari yang lain, atau potongan kue yang ini lebih besar dari yang itu. Biasanya penyebabnya adalah keinginan untuk mendapat perhatian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun