Mohon tunggu...
Didi Jagadita
Didi Jagadita Mohon Tunggu... Administrasi - pegawai swasta

pegawai swasta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kita Damai, di Sana Tidak

20 Agustus 2019   21:53 Diperbarui: 20 Agustus 2019   21:57 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Baru-baru ini di WA grup kita disuguhkan visual dimana sebagian masyarakat yang sedang naik kereta api sedang menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya di dalam kereta yang sedang melaju. Saat itu adalah peringatan hari kemerdekaan Indonesia  ke 74 yang jatuh pada 17 Agustus 2019.

Yang menarik dalam visual itu adalah  ada satu orang yang kebetulan duduk di ujung gerbong tetap duduk sambil melihat ke arah jendela gerbong yang melaju. Padahal  penumpang lainnya sedang berdiri dan menyanyikan lagu Indonesia Raya.  Kondektur kereta api sendiri yang memimpin nyanyian itu dengan menjadi dirigen.

Indoensia Raya sudah ditetapkan menjadi lagu kebangsaan Indonesia. Lagu itu bahkan sudah diperdengarkan ketika Soekarno Hatta memproklamirkan kemerdekaan di jl Pengangsaan.  Selain lagu kebangsaan, hal yang menjadikan Indonesia sah sebagai nengara merdeka adalah teks Proklamasi dan dasar negara Pancasila serta UUD 1945, ditetapkan sebagai ketentuan-ketentuan dasar berbangsa. Dalam hal ini aturan dan hukum mengacu pada Pancasila dan UUD 1945.

Nyata benar bahwa sosok yang tidak ikut berdiri dan menyanyi itu tidak menghargai  lagu kebangsaan Indonesia yang sudah disepakati bersama. Lebih jauh lagi kemungkinan besar orang itu juga tidak mengakui Pancasila sebagai dasar negara dan UUD 1945 sebagai landasan berbangsa.  Sosok itu merasa berbeda dan mungkin punya atau menyakini konsep yang dinilainya lebih baik dibanding Pancasila.

Padahal sebagai bangsa yang sudah melampaui banyak kejadian, nyata benar bahwa Pancasila , UUD 1945, lambang negara Garuda Pancasila, bendera Merah Putih dan lagu kebangsaan Indonesia Raya adalah konsensus nasional terbaik dan sudah teruji dari zaman ke zaman. 

Bukan hanya untuk ras Jawa, Sumatra, Kalimantan, tapi juga Madura Bugis ataupun Papua. Konsensus nasional yang berisi aturan-aturan dan hukum itu juga diakui dan terbukti bisa mengatur banyak aliran dan agama di Indonesia; Budha, Katolik, Protestan, Hindu, kong Hu Cu dll. Sehingga consensus itu  seharusnya tidak masalah lagi.

Beberapa tahun belakangan memang ada faham yang berkembang di beberapa negara yaitu faham radikal yang ingin memurnikan agama tertentu sehingga menyerupai aliran-aliran tertentu di beberapa negara. Faham itu tidak mengakui segala hal yang sudah diatur semisal dasar negara dan konsensus-konsensus tersebut. Aturan yang diakui oleh mereka adalah aturan agama yang mereka yakini.

Inilah yang sedang terjadi di banyak negara termasuk Indonesia dan inilah yang mungkin dirasakan oleh orang yang sedang duduk di pojok gerbang. Dia tidak mengakui kehidupan yang damai di Indonesia dan menginginkan aturan dan hukum seperti layaknya yang ada di keyakinannya yang radikal. Padahal sudah diterbukti, Pancasila dan UUD telah menjamin kedamaian kehidupan di Indonesia.  Di beberapa negara yang menganut faham kekerasan, kedamaian seperti jauh panggang dari api.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun