UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Pasal 42 menyatakan bahwa anak yang sah adalah anak yang lahir dari atau sebagai hasil perkawinan yang sah. Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 99 menegaskan bahwa anak yang sah adalah:
a) Anak yang lahir dari perkawinan yang sah.
b) Anak yang dihasilkan oleh suami-istri yang sah melalui cara yang di luar rahim dan dilahirkan oleh istri.
Ketentuan ini menunjukkan bahwa hanya anak dari perkawinan yang sah yang diakui secara hukum. Anak luar nikah tidak dianggap sebagai keturunan ayah biologisnya, melainkan hanya memiliki hubungan sipil dengan ibunya dan keluarganya (Pasal 43 UU Perkawinan).
5. Wanita Hamil dan Perkawinan
Pasal 53 KHI menyatakan bahwa seorang wanita hamil boleh dinikahi oleh laki-laki yang menghamilinya. Namun, pasal ini tidak melarang pernikahan dengan laki-laki lain. Ini menyebabkan kebingungan: anak yang lahir dapat dinasabkan kepada laki-laki yang menikahi ibunya, meskipun dia bukan ayah biologisnya. Akibatnya, timbul perbedaan antara ayah biologis dan ayah secara hukum.
6. Bayi Tabung dan Teknologi Reproduksi
KHI juga mengatur tentang bayi tabung. Syaratnya adalah sperma dan ovum harus berasal dari pasangan suami-istri yang sah, dan kelahiran dilakukan oleh istri pemilik sel telur. Bayi tabung yang melibatkan pihak ketiga tetap dilarang.
7. Bukti Asal Usul Anak
KHI Pasal 103 menjelaskan bahwa asal usul anak harus dibuktikan dengan akta kelahiran atau keputusan dari pengadilan. Jika orang tua tidak mencatatkan pernikahan mereka (nikah siri), mereka bisa mengajukan permohonan ke pengadilan agar anak bisa mendapatkan akta resmi.
Kesimpulan
Sebagian besar ulama (Syafi'i, Maliki, Hambali) tidak setuju untuk mengakui anak yang lahir dari hubungan di luar nikah sebagai anak sah dari ayah biologisnya, berbeda dengan pandangan Hanafi yang mengatakan ada hubungan kemahraman.
Anak yang lahir dari hubungan di luar nikah tidak bisa mewarisi harta dari ayah biologisnya, tetapi dalam Islam, anak tidak seharusnya menanggung kesalahan orang tuanya.
Hukum di Indonesia menyatakan bahwa anak yang lahir di luar nikah hanya memiliki hubungan hukum dengan ibu dan keluarganya, meskipun mereka bisa memiliki ayah secara sah melalui pernikahan atau keputusan pengadilan.