Mohon tunggu...
Yusuf Anshori
Yusuf Anshori Mohon Tunggu... Administrasi - official account

Solo, kadang normal

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cakil Gugat

3 Februari 2011   04:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:56 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12967077401709723993

Buto Cakil terhuyung kebelakang.Tusukan keris Kyai Kalanadhah milik Arjuna bukan hanya merobek perutnya, tapi juga menyebarkan bisa yang tak tersembuhkan. Perutnya robek, isi perutnya membusai keluar. Dengan sisa tenaga yang ada, buto Cakil beringsut, bersandar ke sebatang pohon. Nafasnya tersenggal, mencoba menahan nyawa yang hendak keluar. Sementara Arjuna memandang puas. Puluhan bangkai buto bergelimpangan disekitarnya. Punakawan-pun telah menampakkan batang hidungnya. “ .. Arjuna .. Arjuna … “ lirih Cakil berkata. Sesaat Arjuna memandang bekas musuhnya yang merenggang nyawa “ aku maubicara sebentar Arjuna … tolonglah aku .. “ apa maksudmu?” sinis Arjuna berkata. “ sembuhkanlah aku dulu dan aku akan mengatakan sesuatu kepadamu. Demi Dewata, ini sangat penting” Cakil mencoba memohon. “ hati-hati den. Dia licik “ Gareng mencoba mengingatkan. “ tidak Arjuna .. aku bersumpah, jika aku mengkhiati janjiku, biarlah aku kembali seperti ini “ Cakil mencoba berteriak.Guntur menggelegar diangkasa., sumpah Cakil didengar dewata. Arjuna memandang kearah kyai Semar.Memberi isyarat. Semar faham. Semar mendekati Cakil yang menggelepar. Titisan Batara Ismoyo komat-kamit sejenak. Dari tanganya muncul bunga, Wijayakusuma. Daya sakti Wijayakusuma menyembuhkan Cakil. Cakil pulih seperti sedia kala. “nah .. sekarang .. katakan apa maumu “ ketus Arjuna berkata. “ begini Arjuna, dalam setiap cerita, dari masa ke masa, dari lakon ke lakon aku selalu muncul untuk mengganggu dan menghambat perjalanan para ksatria yang sedang menjalankan tugas mulia. Siapapun satrianya, entah itu engkau dan keturunanmu, entah itu Rama atau bahkan nenek moyangmu. Dan pada akhirnya, aku mati terbunuh oleh mereka. Kemudian aku bangkit lagi, memainkan tugas yang sama. Aku bosan Arjuna, aku bosan. Nuraniku memberontak. Sorak sorai para penonton ketika para satria membunuhku membuatku menderita Arjuna. Aku ingin berada difihakmu, aku ingin berada disisi yang lain” Cakil menghela nafas sebentar. Tak dipedulikannya tatapan terpana Arjuna dan punakawan. “ …. belakangan, setiap menjelang aku ajal dalamsetiap lakon aku selalu berjanji jika kelak aku bangkit lagi, aku akan berhenti melakukan itu semua. Tapi aku tak bisa Arjuna, aku tidak bisa. Entah apa yang menggerakkanku, aku selalu melakukan perbuatan nista itu. Tolonglah aku Arjuna, tolonglah aku. Tahukan kau bagaimana aku harus perbuat?” Suasana hening. Tak ada yang bicara. Membeku. “a .. aku tak tahu harus berbuat apa Cakil” Arjuna tergagap. Aneh, puluhan tahun ia berguru dan mempelajari kitab, puluhan wahyu telah ia dapatkan tak mampu menjawab. Ya, Arjunabaru tesadar, bagaimana ia bisa lahir dari keturunan Pandu dan bukan Destarata? Bagaimana iamenjadi tampan dan tidak buruk rupa? “aku hanya menjalani saja, aku tak tahu harus menjawab apa?” lanjut Arjuna. Cakil menunduk. “kalau kau kyai Semar? Kau adalah titisan Batara Ismoyo, kau lahir bersama semesta dan akan berakhir bersama semesta pula. Kau lebih hebat dari Batara Guru. Tahukan kau jawabannya kyai? Semar menghela nafas. Sejak tadi sebenarnya ia takut mendapatkan pertanyaan ini, karena ia pun tak tahu jawabannya. “aku juga tak tahu Cakil. Sama seperti ndoro Arjuna, aku hanya menjalani saja” “lantas siapa yang bisa aku mintai jawaban” Cakil sedikit gusar. Sambil bersedekap, kyai Semar mulai berkata, “ apa yang terjadi di sini, dijagad pewayangan ini, adalah bagian dari pakem. Dalanglah yang mengatur agar kita sesuai pakem” “Nah .. itu dia! Dalang! “ Cakil berseri. Jawaban sepertinya sudah didapat. “antarkan aku wahai Arjuna .. untuk menemui sang Dalang ..” pinta Cakil kemudian. “Tapi ..?” Arjuna ragu. Tukas Cakil memotong, “ tak perlu ragu Arjuna, bukankah kau juga sedang mencari jawaban? Demikian juga kau kyai Semar dan punakawan semua, aku yakin, kalian pun sedang mencari jawaban”. Arjuna dan kyai Semar saling berpandangan, dalam hati mereka membenarkan kata-kata si Cakil. Akhirnya, berkat kesaktian kyai Semar, bersama mereka berangkat mencari sang Dalang. Pagi itu, sang Dalang, sedang merenungi pentas yang gagal dilakoninya tadi malam. Ditengah pentas, tiba-tiba angin ribut dating, memporak-porandakan seluru panggung pentas. Dan saat ini sang Dalang memutuskan untuk bersemedi, merenungi apa yang terjadi. Di tengah kamarnya yang luas, dalam kegelapan, sang Dalang duduk bersila. Doa yang dilantunkannya, pelan membawannya ke alam keheningan. Rasa hilang. Indera membeku. Senyap. Dan saat itulah, muncul sosok Cakil, Arjuna dan Punakawan. Sang Dalang heran atas kemunculan sosok ini. “aku datang membawa pertanyaan Dalang ..” Cakil tegas berkata “apa maumu Cakil? Apa mau kalian?” “Begini Dalang .. “ kyai Semar kemudian menjelaskan Dalang tersenyum setelah mendengar semuanya. Jadi inilah penyebab gagalnya pentas tadi malam? katanya dalam hati. “jadi kesimpulannya, Cakil tidak mau lagi menjadi Cakil dan ingin berada di barisan kanan dalam jejer?” kata Dalang kemudian “begitulah Dalang” Cakil membenarkan. Dalang tertawa. “ ya itu namanya rusak Cakil … rusak” “Rusak? … maksudnya? “ Cakil keheranan. “Begini, wayang itu bukan sekedar tontonan, tapi juga menjadi tuntunan. Dan untuk itulah diatur dalam Pakem. Kau adalah perlambang kejahatan. Kau menghalangi setiap tokoh kebaikan yang sedang menjalankan tugas suci. Sama seperti tokoh-tokoh jahat yang lain seperti Rahwana, Duryudana, Sengkuni dan lain-lain. Itu Pakemmu. Kalau kau tidak ada, maka rusaklah pesan-pesan tuntunan itu.” “ tapi kenapa harus aku Dalang?” sergah Cakil. “ ya karena kau memang di ciptakan untuk itu …” “ tapi aku bosan Dalang … aku bosan. Aku merana. Hatiku hancur setiap mendengar cemohoon para penonton ketika aku muncul dan sorak-sorai mereka ketika aku tersungkur” “ lha bagaimana lagi Cakil .. pakemnya sudah mensuratkan kamu seperti itu” “ pakem khan bisa dirubah Dalang? Pakem khan hanya bikinan hamba?” “ nggrubah pakem? Edan kamu Cakil … coba bayangkan jika tokoh-tokoh jagat yang lain berfikir sama sepertimu?” “ bukankah itu lebih baik Dalang? Jagad pewayangan akan diisi kedamaian dan keharmonisan.” “ keharmonisan itu tercipta jika gelap bersanding dengan cahaya, kejahatan bersanding kebaikan. Jika hanya ada cahaya atau kegelapan, itu tidak harmonis. Lantas apa yang akan aku tuntunkan pada para penonton?” “ banyak Dalang, banyak yang bisa sampeyan tuntunkan” “ tidak bisa Cakil .. tidak bisa. Pakem tidak bisa dirubah” Cakil mulai meradang. “ jika memang aku tidak diperkenankan berpindah pada sisi yang lain, hilangkanlah aku saja Dalang. Aku sudah tak kuasa menahan berontaknya nuraniku” “ tidak bisa Cakil, sekali lagi, itu rusak namanya” Cakil mulai mendidih. Sambil menahan amarahnya ia memohon “ tolong aku Dalang, hanya kau yang bisa merubah garis hidupku” “ tidak bisa!” keras Dalang berkata Cakil menggeram. Tubuhnya bergetar. Seluruh ajiannya keluar. Dalam sekejap ia meloncat menerkam sang Dalang. Semua terkesiap. Belum sampai tubuh Cakil ke sang Dalang, suara guntur menggelegar. Perut Cakil robek disambarnya. Darah muncrat dimana-mana visit my blog

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun