Mohon tunggu...
Hauro aljannah
Hauro aljannah Mohon Tunggu... Lainnya - Umm's of Three

Menulis untuk Peradaban Cemerlang

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Negara Terancam Resesi, Saatnya Koreksi Tatanan Dunia dan Menggantinya dengan Khilafah

25 Juli 2020   23:14 Diperbarui: 25 Juli 2020   23:18 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Sesungguhnya Covid-19 telah menyingkap kerapuhan Kapitalisme global. Dalam sebuah artikel Foreign Policy yang diterbitkan tanggal 16 Maret 2020, berjudul Will the Corona virus End Globalization as We Know It? dikatakan bahwa Covid 19 sedang menguji tatanan dunia dan globalisasi dengan ujian yang berat. Saat rantai pasokan global yang sangat penting terhenti secara kritis dan pergerakan manusia distop mendadak, perekonomian yang dibangun mulai menunjukkan kelumpuhannya.

Risiko kehancuran pasar finansial pada tahun 2020 sangat besar. Henry Kissinger, mantan Menlu AS bahkan menyebut bahwa Virus Corona akan mengubah tatanan dunia selamanya. Kissinger menjelaskan bahwa kerusakan yang disebabkan oleh pandemi virus Corona baru mungkin bersifat sementara, akan tetapi kekacauan politik dan ekonomi yang disebabkannya dapat berlanjut selama beberapa generasi.

Faktanya, para pakar seolah satu suara, bahwa ekonomi global sudah menunjukkan kelemahannya. Bahkan tepat di jantung negara kapitalis, Amerika Serikat dan negara Eropa lainnya, kelumpuhan ini tak terelakkan. Satu dari enam pekerja di Amerika telah kehilangan pekerjaan mereka semenjak pertengahan Maret, sejauh ini merupakan rentetan PHK terburuk yang pernah tercatat di AS. Para ekonom telah menyebutkan bahwa angka pengangguran pada bulan April dapat mencapai 20%. Besarnya angka PHK telah menjerumuskan perekonomian AS ke dalam krisis ekonomi terburuk sejak Depresi Hebat (Great Depression) pada tahun 1930-an. Beberapa ekonom mengatakan bahwa pengeluaran negara dapat menyusut dua kali lipat dari jumlah yang dikeluarkan selama masa Resesi Hebat (Great Recession) yang berakhir pada tahun 2009.

Begitu hal nya dengan perekonomian Indonesia yang diprediksi kuat pada kuartal II-2020 ini mengalami kontraksi. Belum lagi isu resesi yang berada di depan mata, melihat negara tetangga Singapura sudah menelan pil pahit akibat pandemi.

Bahkan, dalam peluncuran laporan Bank Dunia untuk ekonomi Indonesia edisi Juli 2020, tak ada jaminan bagi ekonomi Indonesia terbebas dari resesi. Ekonomi Indonesia bisa mengalami resesi jika infeksi COVID-19 terus bertambah banyak.

/ Resesi Ekonomi, Apa Artinya? /
Suatu negara dikatakan mengalami resesi jika produk domestic bruto (PDB) mengalami kontraksi atau minus dalam 2 kuartal beruntun secara tahunan atau year-on-year (YoY). Sementara jika PDB minus 2 kuartal beruntun secara kuartalan atau quarter-on-quarter (QoQ) disebut sebagai resesi teknikal. Melansir The Balance, ada 5 indikator ekonomi yang dijadikan acuan suatu negara mengalami resesi, yakni PDB riil, pendapatan, tingkat pengangguran, manufaktur, dan penjualan ritel.

Penyebab resesi di antaranya adalah merosotnya kepercayaan investor untuk berivestasi di tengah pandemi hingga turunnya jumlah konsumen dalam berbelanja yang berdampak pada pengurangan porsi belanja mereka. Penjualan retail akhirnya ikut melambat. Pada akhirnya, pelaku bisnis mengurangi penyerapan tenaga kerja.

Penyebab lainnya adalah naiknya suku bunga demi penyelamatan perbankan yang menjadi jantung Kapitalis. Pembiayaan hutang semakin besar dengan bunga nya yang tinggi, akibatnya pemangkasan dana hajat hidup rakyat dan subsidi besar-besaran terjadi.

Selain itu, turunnya harga surat-surat berharga terutama yang berasal dari kredit perumahan kelas bawah yang membuat para investor merugi terutama perbankan, perusahaan asuransi, dan pihak-pihak yang menginvestasikan modal mereka pada aset tersebut. Dampaknya, perusahaan-perusahaan berguguran, pengangguran naik dan pendapatan masyarakat turun tajam. Kerapuhan sektor finansial, yang rentan terkena krisis dan berujung resesi tersebut, juga diperburuk oleh perilaku curang para pengelola investasi di sektor tersebut.

Dampak resesi yang paling nyata adalah pengangguran meningkat tajam, produktivitas bisnis turun, yang ditandai dengan bangkrutnya perusahaan-perusahaan yang lemah, serta menurunnya pendapatan masyarakat yang berdampak pada peningkatan pengangguran dan kemiskinan. Saat wabah Covid-19 belum ganas saja angka kemiskinan sudah naik. BPS mencatat jumlah penduduk miskin di RI pada Maret lalu mencapai 26,42 juta orang.

Maka jika pandemi terus menyebar luas makin tak terkendali, sementara kebijakan yang dikeluarkan gagal menyelesaikan persoalan pandemi, rantai pasok yang berakibat pada naiknya harga pangan akan mengalami disrupsi,  hasilnya rakyat akan semakin tercekik dan jumlah penduduk miskin akan meledak.

Ketidakmampuan pejabat publik dalam mengendalikan ledakan jumlah penduduk miskin akan melahirkan fenomena kerusuhan dan penjarahan dimana-mana. Hingga menimbulkan krisis kepercayaan dari masyarakat yang berujung pada rusaknya stabilitas politik. Negara jatuh ke dalam kegagalan. Negara disebut gagal sebab tidak mampu memenuhi hak-hak dasar dari masyarakatnya. Negara-negara ini dicirikan dengan sering meletusnya konflik.

/ Koreksi Massal Sistem Negara /
Resesi adalah cacat bawaan sistem kapitalisme. Sistem keuangan kapitalisme tersebut telah menjadi sarana spekulasi untuk mengejar profit dari investasi pada deposito dan surat-surat berharga di pasar modal.

Maka tidak cukup hanya mengantisipasi resesi dengan gaya hidup hemat dan menyiapkan alternatif pekerjaan saja, tapi perlu solusi tuntas atas resesi akibat berlakunya ekonomi kapitalisme dan menggantinya dengan sistem terbaik yakni sistem Islam.

Sistem Islam memiliki karakter yang khas dan kontras dengan sistem kapitalisme. Potensi resesi dalam negara yang menerapkan Islam secara paripurna akan sangat kecil. Sistem ekonomi Islam menciptakan ekonomi yg stabil dan tidak rentan resesi dengan mitigasi bencana dan wabah yang telah teruji.

Sistem Islam Islam menetapkan bahwa transaksi riba adalah sebuah keharaman. Sebab riba merupakan transaksi yang tidak sehat secara ekonomi sekaligus mendatangkan kezaliman. Dalam Islam, pinjaman dikategorikan sebagai aktivitas sosial (tabarru'at), yang ditujukan untuk membantu orang-orang yang membutuhkan. Negara melalui Baitul Mal menyediakan pos khusus untuk memberikan bantuan modal bagi pihak yang membutuhkan, seperti para petani dan pedagang.

Islam menetapkan keharaman pasar modal, keuangan, komoditas berjangka yang dibangun atas transaksi-transaksi yang bertentangan dengan Islam. Selain itu, haram pula memperdagangkan surat-surat berharga yang melibatkan transaksi yang batil, seperti obligasi berbunga, produk keuangan multi akad, Islam juga mengharamkan semua sarana perjudian dan manipulasi keuangan.

Islam menetapkan mata uang yang beredar adalah emas dan perak atau mata uang kertas atau logam yang nilainya ditopang oleh emas dan perak. Dengan demikian kestabilan uang negara ditentukan oleh nilai emas dan perak yang sepanjang sejarahnya sangat stabil. Di tambah lagi, nilai tukar mata uang akan stabil karena basis transaksinya adalah emas dan perak yang nilainya stabil. Transaksi perdagangan, transfer modal dan biaya perjalanan lintas negara pun akan lebih lancar dan stabil. Saat yang sama, sistem mata uang tersebut menegasikan peran perbankan dalam menciptakan dan melipatgandakan uang (deposit money) melalui kredit dan pembelian surat-surat berharga, seperti pada perbankan yang tumbuh dalam sistem kapitalisme, baik yang konvensional ataupun yang bermerek syariah.

Islam mengharamkan konsep liberalisme ekonomi, termasuk dalam aspek kebebasan memiliki dan pasar bebas (free market). Kebebasan memiliki dalam kapitalisme berarti tiap individu bebas untuk menguasai atau menjual komoditas apa saja yang dianggap sebagai barang ekonomi. Akibatnya, saham-saham perusahaan yang memproduksi migas dan mineral seperti emas dan tembaga, misalnya, dapat dengan mudah dikuasai dan diperjualbelikan oleh para investor, termasuk asing. Dampak lainnya, indeks saham dan nilai tukar bergerak liar. Di dalam Islam, konsep kepemilikan diatur tegas. Secara ringkas, kepemilikan dibagi menjadi: kepemilikan swasta, publik dan negara. Barang-barang yang masuk kategori milik publik, seperti minyak, tambang, energi dan listrik hanya boleh dikuasai negara, yang hasilnya didistribusikan kepada rakyat yang menjadi pemiliknya. Dengan demikian, haram memperjualbelikan barang-barang milik umum kepada swasta.

Pemenuhan hak-hak dasar rakyat, yaitu pangan, pakaian dan perumahan; termasuk menyediakan layanan pendidikan, kesehatan dan keamanan secara gratis dalam Islam dijamin oleh negara. Termasuk pula menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyat yang menganggur. Dengan demikian, ketika terjadi kontraksi ekonomi yang disebabkan, misalnya, oleh pandemi, pemerintah tetap wajib menjamin agar kebutuhan dasar masyarakat di atas tetap terpenuhi. Ini berbeda dengan sikap pemerintah dalam sistem kapitalisme yang membiarkan rakyat mereka menggelandang dan mengemis, termasuk di saat ekonomi mereka diterpa resesi.

Dunia termasuk Indonesia harus mengakui ini. Bahwa kapitalisme yang menjadi ruh tatanan kehidupan hari ini mustahil menyelamatkan manusia dari bencana resesi ekonomi. Bahkan sebelum pandemi pun, kemiskinan, pengangguran, kriminalitas, telah menjadi persoalan yang menjerat leher rakyat. Covid-19 hanyalah penyingkap kerapuhan finansial itu. Sudah selayaknya menerapkan ajaran Islam secara menyeluruh dalam sistem Khilafah yang telah disepakati kewajibannya oleh para sahabat Nabi dan para ulama-ulama terdahulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun