Mohon tunggu...
Rahmi H
Rahmi H Mohon Tunggu... Guru - Peskatarian

Ngajar | Baca | Nulis Kadang-Kadang Sekali

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Siapakah Monalisa?

6 November 2017   10:10 Diperbarui: 6 November 2017   10:52 1183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namanya Monalisa. Senyumnya tipis dan ramah, sudut bibirnya tertarik sempurna membentuk bulan sabit, matanya tajam namun sendu, hidung mancungnya menegaskan kecantikan yang sungguh selaras dengan tulang pipinya yang menandakan kecerdasan, rambut ikal memanjang menyentuh bahu rampingnya yang indah. 

Aku menebak pasti senyum itulah yang menjadi alasan mengapa ia dinamakan Monalisa, tapi Monalisa yang ini bukan lukisan, ia sungguh nyata. Aku tinggal di kompleks yang sama dengannya, Rumahku hanya berjarak empat rumah dari tempat tinggal Monalisa. 

Setiap generasi di kompleks ini mengenal Monalisa sebagai perempuan pemberi senyum. Pukul enam pagi Monalisa akan berdiri di teras, ia mengenakan terusan berbahan satin berwarna biru langit tanpa lengan yang panjangnya menutupi lutut dan setengah betisnya, kulitnya putih mengkilap menantang setiap jemari untuk mengelusnya, ia selalu mengenggam gelas kopi hitam dan tersenyum pada siapapun yang melintas di depan rumahnya. 

Ada yang membalas senyumnya seadanya, ada pula yang mengucap selamat pagi yang berbalas anggukan tipis dari Monalisa, beberapa menyapanya dengan sapaan 'hai', bahkan para lelaki sering menggodanya, namun ekspresi senyum Monalisa tak berubah sedikitpun, ia tetap seperti itu. 

Sebagai lelaki, diam-diam aku mengagumi Monalisa, ada ketulusan yang tak mudah pupus dari senyumnya, ada konsistensi dalam tatapannya yang telah kujadikan sebagai sarapan pagi pertamaku sebelum aku menyentuh roti bakar kesukaanku. Monalisa telah menjadi seperti idola bagiku, bahkan lebih, ia memudarkan letih dalam sekejap begitu aku membayangkan senyumnya. 

Senyum itu membawaku pada siklus hidup harian yang tetap, aku wajib joging setiap hari dan harus lewat depan rumah Monalisa tepat pukul enam pagi, ritme itu telah sekian lama kulakoni, meski senyumnya hanya bisa kubalas dengan senyuman pula, menurutku itulah cara terbaik mengagumi Monalisa. 

Aku menyadari kesukaanku yang amat dalam pada Monalisa, terlahir dari latar pekerjaanku yang menuntut ketegasan dan kadang kekerasan, aku tak bisa menyangkal ada ruang kosong dalam benakku yang telah dihuni oleh kelembutan senyuman itu, aku membiarkan diriku terbenam disejuknya tatapan Monalisa. Jika jatuh cinta memerlukan pengakuan, maka aku mengakui itu pada diriku, tapi aku tak ingin mengakuinya pada Monalisa, aku tak rela cintaku justru akan menghapus senyuman manis di bibirnya. 

Di suatu malam aku bermimpi menikahi Monalisa, kami berikrar setia di pinggir pantai, ia sangat cantik dalam balutan gaun pengantin putih, rambutnya tergerai indah. Aku menikmati seluruh kebahagian itu. Monalisa hendak mengucap sesuatu ketika dering telepon memotong mimpiku, aku tersentak kaget namun rasa kantuk begitu berat menghimpit mataku. 

Setengah terpejam aku meletakkan telepon genggam di telinga kiriku. Suara dari seberang adalah milik Bima, teman sekantor, yang segera memintaku untuk menemuinya di pinggir pantai, sesuatu yang penting sedang menungguku disana, saat itu tepat pukul setengah lima pagi. 

Aku duduk disamping tempat tidur mengatur nafas sebaik mungkin, lalu menimbang waktu, jika aku pergi dapat dipastikan hari ini akan menjadi hari pertama aku absen menikmati senyum Monalisa, mengingat perjalanan ke pantai membutuhkan waktu sekitar satu jam. Tapi, suara Bima yang bersungguh-sungguh bahkan setengah gugup menggema jelas di telingaku. 

"ini penting komandan, kami butuh kehadiranmu disini, maaf komandan saya berani memaksa karena ini berkaitan erat dengan diri komandan sendiri" 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun