Mohon tunggu...
Hastira Soekardi
Hastira Soekardi Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu pemerhati dunia anak-anak

Pengajar, Penulis, Blogger,Peduli denagn lingkungan hidup, Suka kerajinan tangan daur ulang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kandas

30 April 2021   02:31 Diperbarui: 30 April 2021   02:57 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: t4fsir.wordpress.com

Amir menatap sekolahnya. Sekolahnya kini sepi. Semenjak pandemi sekolah tutup. Rasa sedih menghantui Amir setiap saat. Mungkin setelah pandemi usai, itu juga entah kapan, Amir tak mungkin bisa sekolah kembali. Harapan akan bisa meraih cita-citanya pupus sudah. Amir melangkah gontai dan pergi menuju pasar. Di sinilah Amir bekerja. 

Tadinya ia bekerja di pasar sebagai kuli panggul agar bisa beli kuota agar dia bisa belajar daring tapi ternyata biaya buat beli kuota tak cukup dari hasil kerja di pasar. Sering kali Amir tak bisa setor tugas. 

Beberapa kali gurunya menegur lewat ponselnya, tapi tentunya ada yang ia baca ada yang tidak karena kadang tak ada kuota. Sampai akhirnya kenaikan kelas kemarin Amir tak berani ke sekolah menanyakan apa dia naik atau tidak. Dia tahu diri karena banyak sekali tugas yang gak dia setorkan. Bagaimana dia bisa naik kelas tentunya. Akhirnya Amir berlabuh menjadi kuli panggul. Cita-ciatanya kandas gara-gara pandemi ini.

Keringat membasahi tubuh Amir. Amir masih mengangkut barang di pasar. Saking tergesa-gesanya dia tak melihat seseorang melintas di depannya. Tertabraklah Amir dan barangnya jatuh.

"Kamu gak apa-apa? " tanya seseorang yang berdiri di hadapan Amir. Amir menatap pria berseragam itu dengan pandangan kagum. Inilah cita-citanya , menjadi abdi neagra yang akan membela negara di garis terdepan. Tentara.

"Gak, apa-apa kok."tukas Amir sambil memunguti barang yang terjatuh.

"Kamu masih sekolah?" Amir menggelengkan kepalanya. Pria berseragam itu mengelus kepalanya dan berlalu dari sana. Amir terus memandang punggung pria itu sampai hilang dari pandangannya. Andai saja dia bisa seperti itu, alangkah gagahnya dirinya. Amir terbangun dari lamunannya. Amir menggeleng-gelengkan kepalanya. Tak mungkin dia bisa seperti itu. Sekarang dia hanya kuli panggul saja.

"Cepat, jangan di situs aja," teriak orang yang punya barang. Amir bergegas membawa barangnya .

Pagi ini sebelum ke pasar Amir mampir ke sekolahnya kembali. Menatap harapan yang sudah hilang. Terus dipandangi sekolahnya . Dan dia pergi sambil sekali-kali menatap sekolahnya. Tak terasa air matanya mengalir. Sungguh dirinya tak ingin selesai sampai di sini. Amir ingin sekolah lagi. Kapan sekolah akan buka kembali? Begitu seterusnya Amir melakukan kegiatannya. 

Tak pernah lupa dia selalu datang di sekolahnya. Menatap sekolahnya. Menatap harapannya yang kandas. Sampai entah mengapa pagi itu saat Amir duduk di teras sekolah. Dai tertidur mungkin kelelahan.

Tiba-tiba saja Amir sudah berada di sekolahnya. Belajar bersama anak-anak yang lain. Amir merasa senang sekali. Harapannya bakal terkabul. Tapi segera harapan itu hilang saat ada yang membangunkan dirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun