Mohon tunggu...
Hastira Soekardi
Hastira Soekardi Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu pemerhati dunia anak-anak

Pengajar, Penulis, Blogger,Peduli denagn lingkungan hidup, Suka kerajinan tangan daur ulang

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Masih Adakah Cinta (9)

15 Desember 2017   03:03 Diperbarui: 15 Desember 2017   03:41 861
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : https://www.vemale.com

            "Pokoknya kamu gak boleh ikut. Ini urusan Karin dengan aku." Tiba-tiba saja Sasha menarik lenganku dan berlalu dari hadapan Rara Aku gak sempat melawan. Rara berusaha mengejar tapi Sasha begitu cepat menarik lenganku. Ada rasa sakit di lenganku, cengkeraman Sasaha begitu kuat. Aku juga terpaksa mengikuti langkah kaki Sasha yang aku gak bisa mengimbangi larinya Sasha. Tak berapa lama aku seperti ditutup matanya dan aku mencium bau yang menyengat dan aku mulai tak sadarkan diri.

            Kepalaku masih terasa pening. Aku membuka mataku, terasa asing ruang tempat aku berada kini. Aku mengernyitkan dahiku. Ah, tadi aku diajak oleh Sasha dan ada yang menutup mataku. Dan setelah itu aku  tak ingat apa-apa lagi.Ruang ini tanpa jendela. Hanyaada satu pintu .Aku mengamati ruang ini, tampaknya ini gudang. Banyak barang-barang yang ditaruh begitu saja. Tampak berantakan. Entah sudah berapa lama aku ada di tempat ini. Perutku terasa lapar. Aku melirik jam tanganku. Hampir pukul tiga sore. Astaga, gimana ini??? Mama pasti mencari aku????  Aku berjalan hilir mudik dan aku mendengar suara kunci dan pintu terbuka. Seorang pria tua membawa nampan berisi makann. Tapi setelah masuk dia mengunci kembali pintunya dan kuncinya dia masukan ke dalam kantung bajunya.

            "Ini neng makanannya. Makanlah, pasti kau sudah lapar," tukasnya. Aku mengajukan banyak pertanyaan padanya tapi tak satupun dia jawab. Aku mulai kesal padanya.

            "Mengapa sih bapak gak mau menjawab pertanyaanku."teriakku kesal. Pria itu tetap mengacuhkan aku dan bergegas ke luar ruangan dan menguncinya kembali. Aku menggedor-gedor pintu berulang kali tapi takada satupun yang membukakan pintu. Aku menyentakan kakiku kesal. Aku melihat nampan yang berisi makanan. Karena perutku lapar perutku belum diisi apapun, akhirnya ransum seadanya aku habiskan juga. Aku meneguk air putih  . Sedikit lega perutku sudah terisi. Aku mulai menggedor-gedor pintu dan berteriak untuk mengeluarkan aku dari gudang ini. Tak ada jawaban sama sekali. Aku bersender di depan pintu. Ini satu-satunya jalan ya harus melewati pintu. Tak ada jendela atau jalan menuju luar lainnya.

            "Buka pintunya, aku mau keluar!"teriakku. Sekeras apapun tak membuat pintu terbuka, aku mulai kelelahan. Aku terduduk lesu. Aku menelungkupkan kepalaku di kedua lututku. Tiba-tiba saja air mataku mulai turun. Aku takut. Apalagi hari sudah mulai gelap. Tadi pria itu menyalakan lampu dan itu hanya ada satu lampu yang nyalanya kecil. Bayang-bayang gelap ada di ruang itu. Aku menangis. Sendiri , ketakutan.  Aku masih terisak saat pintu terbuka. Aku menatap pria yang datang menghampiriku.

            "Tara, "teriakku. Tara tersenyum lebar.


            "Apa maksudmu aku dibawa kemari. Kamu mau ngapain aku?"tanyaku beruntun. Aku jadi ingat saat lenganku ditarik Sasha, aku ditarik ke dekat Tara dan Tara menutup hidungku dan aku tak ingat apa-apa lagi. Aku tahu,ini perbuatan Tara. Tara tergelak. Dadaku turun naik menahan amarahku, ingin rasanya aku menjambak rambutnya.

            "Kamu sudah menolakku Karin. Aku adalah orang yang pantang ditolak. Dengar itu. kamu milikku,"tukasnya tepat di depan wajahku. Aku mendorong keras tubuh Tara.

            "Dasar iblis, kamu gak akan mungkin mendapatkanku, pasti mama akan mencariku. Polisi akan mencariku."tukasku. Tara tertawa terbahak-bahak. Dan aku mlihat matanya menyorot tajam. Aku ngeri melihatnya. Tatapan matanya seperti akan menelanku hidup-hidup. Aku melangkah mundur, sedikit takut. Tara menyeringai dan mulai mendekatiku. Dia mencekal bahuku dan mendekatkan  wajahnya ke wajahku. Aku mulai meronta tapi cekalan tangan Tara begitu kuat di bahuku. Pekerjaan sia-sia kalau aku tetap meronta-ronta, Tara akan lebih kuat memegang bahuku. Aku lirik di dekatku ada kayu . Aku geser secepat mungkin tubuhku dan menggapai kayu. Gerakan cepat aku membuat Tara kaget dan aku memukulkan kayu pada tubuhnya. Jeritan Tara terdengar, aku hendak lari tapi aku kalah cepat dengan Tara. Tara berhasil menangkapku .

            "Jangan coba-coba lari dariku,"tukasnya tajam. Tara memanggil seseorang yang dia panggil pak Bakri dan pria yang tadi memberiku makan masuk. Tara menyuruh pria itu mengikatku di kursi yang ada di pojok ruangan. Kedua tanganku diikat ke belakang kursi. Aku merasakan rasa nyeri di pergelangan tangan. Keringat menetes dari dahiku. Menyebalkan. 

Tara terlihat menyeringai kesakitan,dia memegang tubuh yang sakit. Aku bersyukur bisa memberinya sedikit pelajaran kalau aku tak bisa diperlakukan semena-mena seperti ini. Tara mendekatiku dan menyuruh pria itu keluar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun