Mohon tunggu...
Hastira Soekardi
Hastira Soekardi Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu pemerhati dunia anak-anak

Pengajar, Penulis, Blogger,Peduli denagn lingkungan hidup, Suka kerajinan tangan daur ulang

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Masih Adakah Cinta (9)

15 Desember 2017   03:03 Diperbarui: 15 Desember 2017   03:41 861
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : https://www.vemale.com

            "Karin, kamu memang pantas bergaul dengan Tara dibanding Galih, kamu tahu kan?" aku lelah dengan senmua ocehan mama yang masih membedakan siapa yang berhak berteman denganku. Bosan aku mendengarnya. Teman itu adalah yang membuat kita nyaman bersamanya. Tara bahkan bukan teman yang baik, malah aku disuruh untuk menjadi pacarnya. Berteman saja dia tak bisa menghargaiku apalagi disuruh jadi pacarnya. Astaga!!! Mama sudah keterlaluan. Aku hanya bisa pasrah. Sebagai anak, sebetulnya aku harus bagaimana ???? aku bingung....

            Aku menikmati sarapan pagi ini. Aku melihat papa . Kalau diperhatikan papa itu termasuk pria setengah baya yang masih menampakan ketampaannnya. Walau di sana sini uban sudah ada di antara rambut hitamnya. Aku hanyadiam saja menatap papa. Papa bagiku ada tapi tiada. Fisiknya  selalu ada tapi jiwanya tak pernah sepenuhnya menjadi papaku. Aku merasa aku tak pernah merasakan kehadiran papa di hidupku.

            "Karin, bilang bi Sum  Galih boleh kerja lagi ." Papa mengatakan itu hanya datar saja tanpa melihat Karin. Karin membelalakan matanya penuh-penuh. Tak percaya papanya akhirnya memutuskan kalau Galih boleh bekerja lagi. Baru pertama kali ini papa menentang keputusan mama. Aku tersenyum pada papa . Cepat aku panggil bi Sum dan bilang padanya kalau Galih boleh kemari lagi . Bi Sum menatap bingung

            "Kata nyonya, Galih gak boleh kerja lagi , bahkan gak boleh datang kemari." Aku membelalakan kaget mendengar omongan bi Sum.

            "Sudah, bi Sum dengar sendiri kan papa tadi bilang apa, Galih sudah boleh kerja lagi." Aku menepuk bahu bi Sum, tersenyum padanya. Papa hanya mengangguk kecil pada bi Sum.

            "Terimakasih tuan." Bi Sum berlalu dari meja makan. Aku beranjak untuk segera berangkat. Aku melihat pak Sapri sudah siap di depan.


            "Aku pergi dulu pa,"tukasku. Pagi ini aku agak lega karena Tara tidak menjemputku.

            Aku heran hari ini Tara tidak bertingkah aneh padaku. Sedikit lega aku bisa leluasa  . Dan aku senang saat istirahat Gito mengajakku makan di kantin berdua. Rara membiarkanku bersama Gito. Aku menatap pandangan mata Tara yang menghujamku, tapi aku gak peduli.  Sasha masih tampak  menjadi dayang Tara. Tapi ternyata kelegaanku hanya sementara. Pulang sekolah Sasha menghampiriku. Sasha menghadangku. Rara menarik lenganku untuk segera pergi dari hadapan Sasha , Rara tahu kalau berhadapan dengan Sasha pasti ujungnya ribut.

            "Eit, tunggu. Aku gak maksud ganggu kamu Karin." Sasha diam sebentar. Aku menatapnya heran. Apa pendengaranku benar  kalau dia tak akan ganggu aku??, tapi aku gak boleh lengah . Karena setahu aku gak mungkin Sasha berbaik-baik padaku.

            "Aku mau ngajak Karin dulu, ada yang penting. Kamu, Rara, gak usah ikut," tukasnya

            "Enak saja, kenapa aku gak boleh ikut. Kalau ada apa-apa dengan Karin?" Rara menatap Sasha agak kesal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun