Regulasi CSR
Sejumlah peraturan perundang-undangan, termasuk yang bersifat sektoral, telah mengatur mengenai CSR tersebut. Berikut beberapa regulasi tersebut antara lain:
- Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Konsep CSR yang terdapat dalam UUPT juga mencakup lingkungan.
- Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas.
- Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, juga menyelipkan satu pasal yang mengatur CSR.
- Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. UU ini memang tidak secara tersurat mengatur tanggung jawab sosial perusahaan. Namun, bila dibaca secara seksama, ada satu aturan yang secara tersirat menyinggung mengenai CSR.
- Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. UU Minerba tidak menyebut tanggung jawab sosial secara tersurat, tetapi menggunakan istilah program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.
- Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
- Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi, juga memiliki satu pasal yang mengatur mengenai tanggung jawab sosial perusahaan. UU ini menyebutkan istilah tanggung jawab sosial perusahaan dan pengembangan masyarakat sekaligus.
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Penanganan Fakir Miskin.
Penulis banyak memantau perusahaan CSR yang melakukan pengadaan prasarana dan sarana tanpa menganalisa atau menghitung dengan cermat sesuai apa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang menjadi sasaran CSR tersebut dan tanpa mempertimbangkan keberlanjutannya. Â
Akhirnya pengadaan barang penunjang kebutuhan CSR menjadi mubadzir atau bisa jadi hanya fiktif saja. Ada kwitansi pembelian dan penyaluran tapi barangnya tidak ada di lapangan. Bisa jadi pula volumenya tidak sesuai dengan pertanggung jawaban dana CSR yang dikeluarkan.
Aparat penegak hukum harus lebih jeli memahami CSR dan pelaksanaannya, sehingga dengan mudah bisa memantau progres CSR dari perusahaan. Termasuk pemerintah dan pemda dinilai gagal memahami definisi CSR.Â
Ahirnya progres CSR berjalan apa adanya, tanpa ada efek keberlanjutan dan ujungnya hanya sandiwara saja dengan lakon pentasnya adalah oknum perusahaan CSR.Â
Banyak program CSR di Indonesia itu hanya diberi "Label CSR", Sesungguhnya bukan CSR tapi hanya merupakan pembohongan publik atau pengelabuan semata. Sayangnya pemerintah dan pemda tak mau tahu dan gagal paham apa sebenarnya tanggung jawab social atau CSR perusahaan. Sehingga dana-dana CSR banyak dipermainkan oleh oknum perusahaan pemberi CSR di Indonesia.
Solusi dari semua ini adalah masyarakat harus dicerdaskan dengan pemahaman yang prima. Karena tanpa adanya rakyat atau lembaga swadaya yang kritis, maka permainan dana-dana CSR akan terus bertahan pada tahta syahwat materi dan feodalisme pelaku atau pemilik CSR.Â
Banjarnegara, 27 September 2020