Paling mencurigakan pemerintah karena tidak menjalankan UUPS Pasal 14 "Setiap produsen harus mencantumkan label atau tanda yang berhubungan dengan pengurangan dan penanganan sampah pada kemasan dan/atau produknya" dan Pasal 15 "Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam"
Atas kelalaian tersebut, ahirnya perusahaan "kakap" produsen sampah milik konglomerat termasuk produsen bahan baku plastik original lalai dan seakan cuci tangan dan lepas tangan.Â
Mungkin ada diantara mereka melaksanakan kewajibannya, tapi juga sia-sia karena tidak ada sistem yang mengaturnya. Ahirnya ikut menjadi bancakan korupsi internal perusahaan dan pada pelaporan eksternal di pemerintah.Â
Perlu diketahui bahwa kewajiban perusahaan produsen pada Pasal 15 UUPS tersebut bukan masuk kategori Corporate Sosial Responsibility (CSR), tapi itu merupakan tanggungjawab dalam mengelola sampah produknya.Â
Jadi harus dibedakan, keduanya merupakan tanggungjawab yang terpisah. Karena CSR merupakan kewajiban perusahaan yang diperhitungkan dari profit pertahunnya untuk dikeluarkan sebagai bentuk kepedulian sosial.
Asosiasi Tidak Efektif dan Lumpuh ?
Tambah bikin kacau permasalahan sampah di Indonesia, karena umumnya pengusaha daur ulang (plastik dan lainnya), khususnya yang tergabung dalam beberapa asosiasi. Hanya pandai meminta hak atau kompensasi. Tapi tidak menjalankan kewajibannya dengan benar.
Ditengarai ada beberapa asosiasi yang membackup perusahaan produk "berkemasan" berpotensi sampah. Asosiasi dijadikan benteng pertahanan secara tidak langsung, seakan sudah menjalankan kewajibannya.Â
Bagaimana bisa para perusahaan daur ulang plastik mau minta kompensasi pajak dan lainnya, sementara tidak menunjukkan keberpihakannya kepada pengelola sampah di garda terdepan. Harusnya asosiasi menjalankan fungsinya sebagai penyelia antara produsen produk dan pengelola sampah.
Industri daur ulang plastik, sesungguhnya belum termasuk kategori "pengelola sampah" karena mereka hanya membeli scrap plastik. itupun tidak ada update harga standar.Â
Jadi berpotensi terjadi permainan harga yang tidak menentu yang disebabkan oleh industri sendiri. Karena selalu ingin menekan harga demi meraup keuntungan dibalik keringat pemulung.Â