Mohon tunggu...
Sriyanti HasnaMarwanti
Sriyanti HasnaMarwanti Mohon Tunggu... Lainnya - A dreamer

Seorang pemimpi yang terkadang suka membaca buku non fiksi. Mari berteman lewat diskusi sebuah tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kementerian ESDM Tak Transparan Soal Nilai Tambah Hilirisasi Nikel?

26 Oktober 2022   15:15 Diperbarui: 26 Oktober 2022   15:31 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi hilirisasi nikel.Sumber foto:pushep.or.id

Bukan rahasia umum, Indonesia kaya dengan sumber daya alam. Salah satu kekayaannya terletak pada komoditas mineral ini. Bahkan, sumber daya alam Indonesia terutama nikel banyak diperlukan negara-negara global. Bahan baku kendaraan listrik tersebut digadang-gadang bisa membuat Indonesia  jadi pemain besar di pasar global. 

FYI, berdasarkan data USGS pada Januari 2020 dan Badan Geologi 2019 dan juga menukil dari Booklet Tambang Nikel yang dirilis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 2020, jumlah cadangan nikel RI tercatat mencapai 72 juta ton nikel (termasuk nikel limonite/ kadar rendah). Jumlah ini bahkan mencapai 52% dari total cadangan nikel dunia sebesar 139.419.000 ton nikel. Hampir setengah pasokan nikel dunia ada di Indonesia. 

Besarnya kekayaan nikel Indonesia senyatanya milik semua masyarakat. Di negara ini, segala yang menyangkut hajat hidup orang banyak, dipercayakan kepada negara untuk pengurusan. Beberapa pihak yang mengelola "harta karun" yang satu ini ada banyak, tapi paling utama adalah Kementerian ESDM yang mengatur energi dan sumber daya mineral di Tanah Air. 

Namun meski telah dipercayakan kepada negara, masih timbul sikap skeptis di masyarakat. Pasalnya, meski pihak kementerian telah menyebutkan ragam keuntungan dari pengolahan nikel, terlebih dengan program yang selalu digunakan yaitu hilirisasi nikel, tak semua keuntungan dirasakan langsung masyarakat.

Contohnya, dari orang nomor 1 di Indonesia yaitu Presiden Jokowi yang pernah menyebutkan keuntungan dari larangan ekspor nikel mentah demi menegakkan hilirisasi. Belum lama ini di Peresmian Pembukaan Investor Daily Summit 2022, Selasa (11/10/2022) ia mengatakan bahwa ekspor komoditas nikel meroket usai program hilirisasi. Berdasarkan dari paparannya, eskpor komoditas nikel melonjak dari Rp15 triliun ketika masih mentah dan menjadi Rp360 triliun setelah diolah menjadi produk turunan. 

Selain dari nilai ekspor, keuntungan hilirisasi juga bisa terlihat dari capaian realisasi investasi. Kementerian Investasi/BKPM mengemukakan realisasi investasi September 2022 mencapai Rp892,4 T dengan industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya  mendominasi dengan nilai investasi Rp131,8 triliun (14,8%). Selain itu ada juga sektor pertambangan dengan nilai investasi Rp96,5 triliun (10,8%) di peringkat 3 besar. Negara menyebutkan semua itu bisa terdongkrak berkat kebijakan pemerintah tentang hilirisasi. 

Namun, meski keuntungan hilirisasi nikel mencatatkan nilai fantastis, apakah pihak ESDM sudah mengoptimalkan pencapaian tersebut dengan beraneka kebijakan yang adil dan merata, terutama dampak yang dirasakan masyarakat?

Ingat, output dari keberhasilan hilirisasi untuk sektor daerah sekitar tak hanya dilihat dari meroketnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) hingga pertumbuhan ekonomi. Di lokasi nyata, masih banyak permasalahan umum yang ditemui masyarakat. Terutama soal infrastruktur jalanan yang seharusnya dibangun pemerintah namun malah dibebankan ke perusahaan nikel. 

Hal ini juga bermakna tak adanya transparansi rincian keuntungan dari keberhasilan hilirisasi terutama nikel yang dikeluarkan Kementerian ESDM. Dari capaian realisasi investasi senilai triliun rupiah, dana tersebut berapa yang sampai ke masyarakat dan bisa dirasakan manfaatnya secara langsung? 

Senyatanya segala transparansi dalam harta bersama yang dipercayakan kepada negara untuk diurus, masyarakat perlu mengetahuinya. Transparansi nggak hanya saat menjabarkan potensi nikel yang ada di Bumi Pertiwi dan output berupa nilai investasi dan ekspor, tapi lebih daripada itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun