Mohon tunggu...
Haryanto
Haryanto Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Komunikasi, Praktisi Filantropi dan Peminat Budaya Massa

Masih aktif mengajar komunikasi dan public relations di perguruan tinggi swasta di Jakarta. Juga masih aktif sebagai karyawan swasta di sebuah perusahaan televisi siaran dan ditugaskan untuk mengelola bidang kegiatan corporate social responsibility dan filantropi perusahaan. Beberapa kali membeirkan training mengenai kehumasan dan menulis untuk keperluan skenario, artikel dan fiksi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Finding Srimulat, Finding Nemo... then finding family

11 April 2013   13:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:22 932
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_247403" align="alignleft" width="262" caption="Me dan Jokowi di stasiun Balapan, Solo"][/caption] Tiga tahun lalu kawan saya Charles Gozali, sutradara, script writer, editor, stunt men, pecinta Superman dan juga Srimulat menelepon. Penuh semangat dia membagi idenya untuk memindahkan panggung Srimulat ke layar lebar. Tidak berselang lama, telepon itu saya balas dengan berkunjung ke kantornya Magma Entertainment. Disana kami bediskusi dan beradu gagasan. Nde poin iz... memindahkan plek ke tiplek panggung Srimulat ke layar bioskop justru mengkhianati medium gambar bergerak sekaligus mengkhianati talenta Charles yang adalah legacy Hendrick Gozali pemilik Garuda Film yang karya2nya di era 80an menunjukkan kualitas film yang di atas rata2 karya film waktu itu. Alhasil rencana merekam dan sekadar memindahkan panggung Srimulat dilupakan. Yang tidak dilupakan oleh Charles dan pak Hendrick saat diskusi bertiga adalah memproduksi sebuah film tentang legendaris dunia komedi Indonesia itu agar generasi saat ini mahfum dan bangga dengan keberadaan mereka. Saat itulah premis 'yang muda yang membangkitkan komedi tradisional Indonesia' menjadi sebuah niatan. Saya merasa terhormat menjadi salah seorang 'assabiqunal awallun' yang melewati malam2 larut dalam diskusi2 penuh canda dan energik di kantor Magma.

Saya menawarkan kisah mahasiswa yang skripsi tentang perkembangan komedi Indonesia sebagai sub genre kebudayaan Indonesia. Dalam kisah saya, sang Mahasiswa inilah yang nantinya membawa Srimulat comeback dari mulai manggung di kampus hingga akhirnya manggung di panggung hiburan yang legendaris. Ide ini di godok, dibahas dan diadu dengan ide2 lain, persis seperti ilmuwan di laboratorium yang sedang berusaha menemukan serum yang pas untuk mengobati pasien. Yes indeed.. memang semangatnya adalah mengobati masyarakat yang saat ini gampang tersulut, toleransi ada pada titik nadir, keberagaman dianggap perbedaan mutlak (ini salah satu ungkapan keprihatinan Charles yang disharing dengan saya). Maka jargon menyelamatkan Indonesia Dengan Tawa punya akar niatan yang dalam.. dan bukan sekedar jargon gagah2an.

[caption id="attachment_247401" align="alignright" width="366" caption="Walikota Solo (ketika itu) Jokowi meninjau proses syuting di Stasiun Balapan, Solo"]

13656607121658005531
13656607121658005531
[/caption]

Dalam balutan niat untuk menjadi jembatan generasi sekarang memahami budaya tradisi bangsa, menyelamatkan kemajemukan masyarakat dari keseragaman dan pemahaman sektoral, diskusi kami tiba pada titik tanya: dimana semua niatan besar itu berawal? Jawabannya adalah Keluarga. Iluminasi itu menemukan rangkaiannya, ketika meletup sebuah pilihan judul FINDING SRIMULAT. Dengan pemahaman yang berdasarkan riset Charles dan hasil ngobrol dengan Mas Koko dan Pak Sardjito, Srimulat adalah sebuah keluarga. Dimana seorang anak yang gagal sekalipun masih memperoleh tempat dalam rengkuhan keluarga. Dalam keluarga juga kerap muncul friksi. Ada anak yang merasa besar kepala, sehingga kadang pada orangtua sering mendongakkan kepala. Atau anak yang lupa pada keluarganya, dan sebagainya. Pendek kata, dalam sebuah keluarga banyak cerita yang tidak pernah habis untuk digali dan dibagi.

Apa kaitannya dengan Finding Nemo? Nah, nilai-nilai keluarga yang ada dan universal dalam film itulah yang menjadi spirit. Bagaimana Marty mencari Nemo hingga harus membelah samudra. Berteman dengan Dory, ikan pengidap pikun. Toh di akhir petualangannya, Marty harus legowo memberikan kepercayaan pada anaknya Nemo untuk berkembang.

[caption id="attachment_247402" align="alignleft" width="300" caption="Persiapan syuting Gogon menari di Stasiun Balapan, Solo"]

13656617421812223141
13656617421812223141
[/caption] So, Finding Srimulat is not only mean, mencari, menemukan dan mengembalikan Srimulat but also mean finding the family value among us. Maka premis ceritapun dibentuk dan di arahkan ke usaha tokoh utama Adika Fajar (Reza Rahadian) menemukan nilai-nilai keluarga dalam keluarga kecilnya bersama Astrid Lyana (Rianti Cartwright). Latar belakang Adi dan Astrid dari keluarga yang harmonis membuat mereka memiliki tekad kukuh dan rasa percaya diri untuk mandiri. Maka, ketika Astrid murka manakala melihat suaminya Srimulatan di atas panggung, dan mengungkapkan kekecewaannya  "Aku kira cuma ada kita, kamu dan calon anak kita. Ga ada orang lain.." itu bukan semata sebuah kekesalan. Melainkan kerinduan pada kehangatan sebuah keluarga. Pada saat Adi menemukan kehangatan keluarga itu di tengah Srimulat, Astrid justru merasa kehilangan karena suaminya berhari-hari tanpa kabar. Ungkapan itu juga sebuah kecemburuan karena tak diberi kesempatan ikut merasakan kehangatan keluarga yang baru ditemukan.

Maka salah besar kalau ada yang merespon Finding Srimulat sekedar kisah mengumpulkan sejumlah seniman dan membawanya kembali ke panggung hiburan. Apalagi sampai menuding menjiplak film lain hanya lantaran memiliki alur yang sama yang sebetulnya juga dipakai puluhan film lain dengan tema sejenis. Finding Srimulat adalah kisah tentang sebuah keluarga dan nilai-nilai keluarga yang merekatkan anggota2nya. Bukankah dalam sebuah keluarga ada anggota2nya yang sukses, tidak sukses, keras kepala, keminter dan sebagainya. Dan seorang ibu yang bijak paham betul bagaimana mengatasinya, tak perlu marah meluap, mungkin sekadar menyentil atau gumaman lembut. Tapi satu hal yang tidak pernah hilang, Ibu adalah pusat sebuah keluarga. Dan anggota lainnya adalah planet2 yang mengitar di orbitnya. Kehangatan seorang ibu adalah tempatnya kembali karena darinya pula lah kehidupan bermula. Ini tafsir agak filosofis adegan Astrid jatuh bersimpuh di pelukan Jujuk karena saatnya melahirkan tiba.

Finding Srimulat, minggu-minggu ini hadir di bioskop. Sejak awal memproduksi dan kemudian menayangkannya di layar lebar memang diniatkan agar yang menonton menikmatinya dengan hati yang lapang dan terbuka. Hanya dengan begitu film yang diproduksi dengan sepenuh hati ini dapat menyampaikan pesannya secara utuh. Bagi saya, telah menjadi bagian keluarga Finding Srimulat bukan hanya menyisakan kisah yang sangat berkesan, tapi juga meneguhkan keyakinan: niat baik tidak akan pernah kehilangan energinya, sekalipun orang di sekeliling kita meragukannya. Anak muda... ayo tegakkan kepala, tarik nafas dalam-dalam, busungkan dada, berdirilah dengan tegak, karena ada nilai-nilai keluarga yang harus dipertahankan... Finding Srimulat, Ayo..Selamatkan Indonesia Dengan Tawa... Mulai 11 April 2013.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun