Mohon tunggu...
Har Sono
Har Sono Mohon Tunggu... -

hitam. dark. suka melamun.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

SUNSET AND SUNRISE (Album Ketiga)

8 Januari 2011   05:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:50 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

ini adalah lanjutan dari cerita Sunset and Sunrise, bagi yang belum baca tengok dulu yuukk

–> album pertama bagian 1: http://fiksi.kompasiana.com/prosa/2011/01/03/sunset-dan-sunrise-sebuah-novel-album-1/

–> album pertama bagian 2: http://fiksi.kompasiana.com/prosa/2011/01/04/sunset-with-sunrise-album-1-bagian-2/

--> album kedua: http://fiksi.kompasiana.com/prosa/2011/01/07/sunset-with-sunrise-album-kedua-sebuah-novel/

Ada yang aneh dengan Landung, kurasa. Ini terjadi malam hari sebelum masuk kuliah untuk pertama kalinya. Aku, Landung, Bari, dan Aziz makan malam bareng di warung penyetan. Ini makan malam pertama di luar rumah yang kualami bersama mereka. Aku dan Aziz membantu pindahan Bari dan Landung. Setelah selesai, aku dan Aziz ditraktir mereka berdua.

Aku duduk di samping Aziz. Bari di depanku, Landung di samping Bari. Berempat kami memesan ayam penyet dan es eh, kecuali Landung. Dia memesan es jeruk. Landung tampak cuek, walaupun aku tau dia tiap hari bersikap seperti itu. Tapi setelah waktu-waktu yang kami alami bersama; di motor, di pantai, waktu OSPEK, dia masih saja bersikap seperti itu. Huh..


Aku kadang menatapnya, sepersekian detik. Dia pun sama. Tapi kembali buang muka tanpa memberi arti apa-apa. Kami kembali menjadi 2 manusia yang terkena sindrom ‘malu-malu’.

“Kamu benar-benar suka sama Landung, Sum?” tanya Aziz beberapa saat setelah aku dan dia tiba di rumah. Aziz memaksa masuk ke kamarku walaupun aku berulang kali menolak. Jam sudah menunjukkan jam 10 malam. Aku kecapekan, ngantuk. Bertemu dengan kasur, bantal, guling adalah harapan ku saat ini. Tapi Aziz menerobos masuk kamar, menggangguku.

“Kamu  tidak ngantuk? Aku sudah ngantuk neh,” aku mencoba mengelak. Kubenarmkan mukaku di dalam bantal, pura-pura bersiap tidur.

“Aku masih penasaran.”

Dia merebut bantalku. Aku pura-pura cemberut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun