Aku menganga mendengar jawabannya. Enam juta ? Apakah aku tidak salah dengar ?. Aku cubit tanganku tiga kali. Benar. Ini nyata. Aku merasakan kesakitan ketika mencubit tanganku. Mau aku apakan enam juta rupiah ini. Jumlah yang sangat besar untuk seekor ayam pelung. Enam juta rupiah sangat cukup untuk hidup selama empat bulan. Duit sebanyak itu cukup untuk menyumbat omelan Yuyun selama empat bulan ke depan. Uang segitu sangat cukup untuk membayar semua buku pelajaran anak-anakku selama setahun. Rupiah sebanyak itu sangat cukup untuk membetulkan atap rumahku yang sudah mulai bocor di ruang tamu.
“Bagaimana, setuju ?”
Aku mengangguk secara spontan. Sokib mendekap lenganku. Hatiku terdengar riang bernyanyi. Sudah dapat uang sebanyak enam juta rupiah, masih ditambah ayam pelung juara. Ternyata, tidak sia-sia kasih sayangku pada Jenggo. Mungkin, ini rejeki dari gusti Allah atas semua doaku selama ini.
Aku dan Sokib pamit ke Edi. Kamipun berjanji akan membawa Jenggo besok jam enam pagi. Sepanjang jalan, kami sibuk dengan pikiran masing-masing. Hari sudah memasuki malam. Setelah shalat di mesjid SPBU terdekat, Sokib mengantar ke gubuk reyotku.
****
Pukul setengah delapan, kami sampai di rumahku. Sokib langsung ngeloyor pergi ke rumahnya yang tidak begitu jauh dari rumahku. Anak – anakku sedang mengerjakan pekerjaan rumah di ruang tamu yang sangat sempit. Yuyun sudah menyiapkan baju dan celana serta handuk. Aku guyur sekujur tubuhku dengan sejuta syukur. Betapa girangnya hati ini. Uang banyak akan mampir ke dompetku untuk aku persembahkan ke istriku yang badannya semakin membengkak itu. Tentu, dia akan begitu senang mendengar kabar ini. Tapi, biarlah aku sampaikan semuanya begitu anak-anak sudah terbaring di kamarnya yang sumpek.
“Makanlah dulu, Kang.”
Aku mengambil posisi di sebelah kiri istriku. Anak-anak di sebelah kananku. Yuyun sibuk menyendokan nasi dan potongan daging ayam serta sayur-mayur.
“Tadi tetangga memberi hasil panen sayur dan sedikit beras. Jadi, aku masakan ini khusus di hari ulang tahunmu yang keempat puluh lima tahun ini. Kamu pasti lupa.”
Aku memang lupa. Hari ini tepat ulang tahunku. Tidak terasa sudah empat puluh lima tahun usiaku. Anak-anakku mengucapkan selamat ulang tahun padaku. Tidak lupa, aku kecup semua kening mereka. Setelah berdoa, kamipun menyantap habis hidangan di meja.
“Ayam ini juga pemberian tetangga sebelah ?.”