Di masa lalu, banyak warga Indonesia, terutama yang berasal dari keturunan Tionghoa, kerap menghadapi satu pertanyaan yang menyakitkan namun nyata: "Apakah Anda benar-benar warga negara Indonesia?"
Pertanyaan itu tidak selalu dilontarkan secara langsung, tapi hadir lewat syarat administratif bernama Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI) --- selembar surat yang menjadi penentu apakah seseorang diakui sebagai bagian dari bangsa ini, atau justru dianggap "orang luar" meski lahir dan besar di Indonesia.
Lantas, bagaimana awal mula SBKRI lahir? Mengapa dokumen ini menjadi kontroversial? Dan bagaimana akhirnya negara memutuskan untuk menghapuskan keberadaannya?
Awal Mula: Negara Baru, Identitas Baru
Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, salah satu tantangan terbesar yang dihadapi republik muda ini adalah soal kewarganegaraan. Siapa yang sah dianggap sebagai warga negara Indonesia?
Di masa kolonial Hindia Belanda, penduduk terdiri dari berbagai kelompok: pribumi, warga keturunan Tionghoa, Arab, India, dan tentu saja warga Belanda. Pasca kemerdekaan, sistem tersebut tidak bisa langsung diadopsi karena tidak semua penduduk secara otomatis menjadi WNI. Dibutuhkan aturan baru, dan lebih dari itu, dibutuhkan bukti kewarganegaraan.
Pada saat inilah, pemerintah Indonesia memperkenalkan berbagai undang-undang kewarganegaraan dan salah satu produk administrasi dari sistem tersebut adalah: Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI).
Dasar Hukum dan Perjanjian Internasional
Dasar hukum kewarganegaraan Indonesia dimulai dari:
UU No. 3 Tahun 1946 tentang Warga Negara Indonesia,
-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!