Mohon tunggu...
Harrist Riansyah
Harrist Riansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Lulusan Jurusan Ilmu Sejarah yang memiliki minat terhadap isu sosial, ekonomi, dan politik.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Melihat Riwayat Survei di Pilpres 2014 dan 2019

28 November 2023   09:00 Diperbarui: 28 November 2023   09:07 756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Contoh Lembaga Survei di Indonesia (Sumber: Okezone/Feri Usmawan)

Dua bulan menjelang waktu pemilihan umum (pemilu) 2024. Menjelang hari-h pemilu, publik banyak disuguhkan banyaknya rilis survei oleh banyak lembaga terkait elektabilitas calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres), elektabilitas partai politik, kepuasan publik terhadap pemerintah, dan hal-hal lain yang terkait. 

Banyaknya rilis survei ini membuat banyak orang menjadi skeptis dengan rilis survei yang ada. Berbagai pihak mempertanyakan hasil survei yang dianggap "pesanan" oleh elit politik tertentu sehingga data yang disajikan tidak akurat. 

Apalagi dari sekian banyak rilis survei menunjukkan angka yang beragam untuk sosok yang sama. Seperti yang bisa kita lihat pada elektabilitas pasangan Ganjar-Mahfud dan Prabowo-Gibran yang saling berganti berada dipuncak survei yang ada. 

Penyebab Berbedanya Hasil Survei

Perbedaan hasil survei tidak berarti ada tindakan kecurangan disana. Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan hasil survei berbeda satu sama lain. 

Pertama, waktu pengambilan data. Lembaga survei dalam menghimpun data tentu tidak lakukan secara bersamaan dengan lembaga lain, ada perbedaan waktu (berbeda hari, minggu, dan bulan) antar lembaga survei, padahal dinamika yang terjadi di masyarakat sangat lah mudah berganti seiring hari jadi.


Kedua, metodologi penelitian. Setiap lembaga survei pasti melakukan penelitian menggunakan cara mereka masing-masing termasuk dalam hal metodologi. 

Ada lembaga yang menghimpun responden menggunakan wawancara langsung, ada juga yang menggunkan telpon, dan ada yang menggunakna kuesioner. 

Lalu dari segi jumlah responden juga kerapkali berbeda, ada yang mengambil 1.200 responden, sedangkan survei lain 1.500 responden, dan lain sebagainya. perbedaan-perbedaan inilah yang membuat survei yang rilis kerap berbeda satu sama lain.   

Mana Yang Akurat?

Perbedaan-perbedaan diatas tentu menjadi masyarakat menjadi bimbang untuk menilai survei mana yang paling akurat. Namun bukan berarti kita tidak bisa menilai setiap hasil survei. 

Jika pada Pilpres kali ini banyak narasi untuk melihat rekam jejak calon, maka pada lembaga survei bisa demikian. Kita bisa melihat rekam jejak hasil survei pada pemilu-pemilu sebelumnya. 

Pada kali ini saya coba himpun hasil survei pada pilpres 2014 dan 2019 yang saat itu sudah mulai menjamur rilis survei. Rilis survei yang dipaparkan merupakan rilis survei yang dilakukan beberapa minggu hingga beberapa hari menjelang waktu pencoblosan sehingga perubahan yang terjadi seharusnya tidak signifikan. Sumber yang saya gunakan berasal dari banyak media pemberitaan yang akan saya lampirkan diakhir tulisan nanti. 

Pilpres 2014

Pertama Pilpres 2014. Saat itu pilpres dilakukan pada 9 Juli 2014 dengan dua calon yaitu Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa (Prabowo-Hatta). 

Berdasarkan hasil dari KPU, Jokowi-JK berhasil menjadi pemenang dengan mendapatkan 53,15 persen suara. Sedangkan Prabowo-Hatta mendapatkan 46,85 persen. 

Jika merujuk pada hasil survei ketika itu, survei Litbang Kompas pada 4 Juli 2014 menunjukkan Jokowi-JK mendapatkan 52,4 persen suara dan Prabowo-Hatta 43,1 persen. Pada survei itu masih ada yang tidak tahu atau tidak menjawab (TT/TJ) sebesar 4,5 persen. 

Hasil Litbang Kompas ini terilhat perbedaan suara pada Jokowi-JK hanya selisih 0,75 persen dari hasil KPU dan Prabowo-Hatta selisih 3,75 persen. Dengan rata-rata margin of error survei 2-3 persen survei Litbang Kompas sangat mendekati dari kenyataan. 

Hasil Litbang Kompas ini bahkan jauh lebih akurat daripada survei yang dilakukan beberapa hari setelahnya oleh lembaga survei lain seperti Charta Politik (Jokowi JK 49,2 persen, Prabowo-Hatta 45,1 persen), LSI (Jokowi-JK 46 persen, Prabowo-Hatta 44,9 persen). Untuk melihat data lainnya bisa dilihat dari grafik dibawah. 

Diolah dari berbagai sumber.
Diolah dari berbagai sumber.

  Pilpres 2019

Kemudian pada pilpres 2019 yang berlangsung pada 19 April 2019 yang bersamaan dengan pemilihan legislatif (pileg) dan pemilihan kepala daerah (pilkada) dibeberapa daerah. 

Pada 2019 lembaga survei sudah menjamur banyak bahkan ada lembaga luar negeri yang juga melakukan survi pilpres di Indonesia.Pilpres 2019 persaingan terjadi antara petahana Joko Widodo-Ma'ruf Amin (Jokowi-Amin) dengan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno (Prabowo-Sandi). Hasilnya Jokowi-Amin menang dengan 55,5 persen suara, sedangkan Prabowo-Sandi mendapatkan 44,5 persen suara. 

Dari banyak hasil survei ketika itu, survei yang paling mendekati hasil KPU justru datang dari lembaga asal Australia Roy Morgan yang melakukan survei pada pertengahan Maret hingga awal April 2019. Hasil Roy Morgan menunjukkan Jokowi-Amin mendapatkan 54,5 persen dan Prabowo-Sandi mendapatkan 45,5 persen. Hasil itu hanya berselisih 1 persen dengan rilis KPU dan masih berada dibawah margin of error rata-rata lembaga survei sekitar 2-3 persen.

Menarik pada survei yang dilakukan lembaga asal Indonesia menunjukkan survei pada Jokowi-Amin masih berada pada selisih 1-3 persen. lembaga itu seperti Poltrakcing (53,3 persen), SMRC (56,8 persen), dan Charta Politika (55,7 persen). Namun pada pasangan Prabowo-Sandi terpadat selisih yang terlampau jauh bahkan diatas margin of error 3 persen. Seperti pada Poltracking (40 persen), Charta Politika (38,8 persen), SMRC (37 persen). Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat dari grafik dibawah ini.    

Diolah dari berbagai sumber.
Diolah dari berbagai sumber.

Hasil survei yang "aneh" ini menguatkan isu yang berkembang yaitu banyak hasil survei yang memanipulasi hasilnya. Namun bisa juga perbedaan mencolok ini terjadi karena lembaga survei masih memasukkan TT/TJ pada hasil survei mereka. Berbeda dengan lembaga Roy Morgan yang tidak ada TT/TJ. Mengingat hasil KPU didasarkan pada suara sah yang berarti suara tidak sah dan orang yang tidak menggunakan hak pilihnya tidak masuk dalam perhitungan KPU.  

Jika melihat pada dua pelaksanaan pilpres terakhir nampak masih ada lembaga survei yang menunjukkan hasil yang akurat. Bahkan tidak melihat asal lembaga survei itu (dari dalam negeri ataupun luar negeri) tidak membuat hasil survei menjadi tidak akurat atau jauh dari kenyataan di lapangan. 

Dan kita sebagai masyarakat alangkah baiknya tidak terlalu terpengaruh dari hasil survei, karena bukan berarti orang-orang yang berada dipuncak survei itu merupakan yang terbaik untuk Indonesia. Itu karena survei hanya menghimpun suara-suara di masyarakat yang dimana masyarakat Indonesia masih melihat sosok calon pemimpin secara tidak rasional (dari muka, fisik, suku, agama, dan lain sebagainya).

Sumber:

https://www.merdeka.com/politik/survei-roy-morgan-h-4-pencoblosan-jokowi-545-persen-prabowo-455-persen.htmlhttps://nasional.kompas.com/read/2014/07/08/17270491/Survei.Charta.Politika.Jokowi-JK.49.2.Persen.Prabowo-Hatta.45.1.Persenhttps://www.beritasatu.com/news/195224/rangkuman-sejumlah-survei-terbaru-jokowi-unggul-mutlakhttps://news.detik.com/berita/d-4508011/survei-alvara-elektabilitas-jokowi-52-2-prabowo-38-8

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun