Oleh: Harmoko -- Penulis Penuh Tanya
"Menulis untuk menggugah, bukan menggurui. Bertanya agar kita tak berhenti berpikir."
Saat kita berkata "aku lakukan ini demi kamu", apakah kita sungguh bicara tentang anak? Atau tentang diri sendiri yang takut dianggap orang tua gagal?
Kita mengantar sekolah, ikut les, belikan buku edukatif, daftarkan ke berbagai kursus. Semua demi "masa depan anak". Tapi benarkah itu keinginan mereka---atau hanya daftar panjang pembuktian bahwa kita "orang tua yang layak mendapat pujian"?
Ingin Jadi Orang Tua Hebat, atau Takut Dinilai Gagal?
Kenapa kita marah ketika anak dapat nilai jelek? Karena dia gagal belajar? Atau karena kita takut dianggap tak mendidik dengan benar?
Kenapa kita bandingkan anak dengan anak tetangga? Karena kita ingin dia berkembang? Atau karena diam-diam kita takut kalah dalam kompetisi tak kasat mata antar keluarga?
Kadang, tanpa sadar, kita menggantungkan harga diri pada prestasi anak.
Ketika mereka sukses, kita pamer.
Ketika mereka gagal, kita sembunyi.
Apakah Anak Hanya Cermin Ego Kita?
Anak menangis saat pulang sekolah, tapi kita buru-buru menyuruhnya "jangan cengeng".