Mohon tunggu...
Harmoko
Harmoko Mohon Tunggu... Penulis Penuh Tanya

"Menulis untuk menggugah, bukan menggurui. Bertanya agar kita tak berhenti berpikir."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Enam Dekade Kompas: Menjaga Mahkota Jurnalisme di Tengah Badai Informasi

29 Juni 2025   20:02 Diperbarui: 29 Juni 2025   20:02 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kompas telah memulai adaptasi: dari menyajikan berita dalam format multimedia, hingga membuka kanal-kanal diskusi lintas platform. Bahkan kini, Kompas Muda dan berbagai program edukatif lainnya menjadi jembatan antara institusi jurnalisme tua dan generasi muda yang haus ekspresi.

Kompas juga menghadapi tantangan baru berupa kecerdasan buatan. Di tengah ancaman konten deepfake dan manipulasi digital, peran media terpercaya makin penting. Di saat semua bisa memproduksi "berita", siapa yang akan memverifikasi? Kompas harus tetap menjadi gatekeeper, bukan sekadar content creator.

---

Menjaga Mahkota: Tugas Semua Pihak

Kompas adalah mahkota jurnalisme Indonesia. Tapi mahkota tidak akan bersinar kalau ditinggalkan. Di sinilah peran kita, pembaca, publik, dan bahkan pemerintah.

Pertama, publik perlu mendukung media berkualitas---dengan langganan, membagikan konten bernilai, atau sekadar membaca dengan penuh perhatian. Kedua, institusi pendidikan harus menjadikan media seperti Kompas sebagai bahan ajar literasi informasi. Ketiga, pemerintah harus menciptakan ekosistem yang melindungi kebebasan pers tanpa mengintervensi independensinya.

Media seperti Kompas tidak bisa berdiri sendiri. Ia memerlukan pembaca yang cerdas, pembuat kebijakan yang adil, dan jurnalis yang berintegritas. Ini bukan tugas satu redaksi---ini tugas satu bangsa.

---

Epilog: Saatnya Kita Berkaca

Kompas telah berjalan enam dekade---usia yang tidak pendek dalam dunia pers. Tapi usianya bukan sekadar angka, melainkan rekam jejak yang layak direnungi.

Di tengah tsunami informasi yang menggoda kita untuk memilih yang cepat daripada yang tepat, Kompas memilih menjadi kompas: pelan, tapi pasti; tenang, tapi jernih. Di saat algoritma menggiring kita pada polarisasi, Kompas tetap menjadi penyejuk ruang diskusi publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun