Kompas tidak hanya menjadi pelaku jurnalisme cetak. Ia juga pionir di jagat digital. Pada 1988, saat banyak orang Indonesia bahkan belum tahu apa itu internet, Kompas sudah menggunakannya untuk mengirimkan berita dari luar negeri. Tahun 1995, Kompas.com lahir, menjadikannya salah satu media daring pertama di Indonesia.
Transformasi ini bukan tanpa tantangan. Dari soal monetisasi konten, distribusi hoaks, hingga persaingan dengan media clickbait. Namun Kompas tetap memilih jalan terjal: tetap setia pada kualitas konten. Portal Kompas.id lahir sebagai bentuk kompromi antara tuntutan digital dan idealisme jurnalisme.
Menariknya, Kompas tetap berhasil mempertahankan karakter naratifnya di platform digital. Bahkan, kolom opini dan liputan investigatif tetap menjadi andalan, padahal konten semacam ini biasanya kalah pamor dengan judul bombastis berisi "5 Fakta Menyentuh Tentang Kucing yang Bisa Bikin Kamu Nangis".
---
Kompas dan Peran Mencerdaskan Bangsa
Tidak berlebihan jika dikatakan Kompas turut membentuk imajinasi publik Indonesia. Ia bukan hanya penyampai berita, tapi juga penyusun kesadaran.
Lewat rubrik seperti "Opini", "Tokoh", hingga liputan-liputan human interest yang menyentuh dan reflektif, Kompas membentuk satu gaya narasi khas: yang humanis tapi tetap tajam, yang reflektif tapi tidak melankolis. Ia mengajak pembaca berpikir, bukan sekadar merasa.
Peran ini penting, apalagi menjelang Indonesia Emas 2045. Jika generasi muda hanya dijejali konten receh, lalu dari mana bangsa ini akan mendapat suntikan intelektual? Kompas, dalam kapasitasnya, mencoba tetap menjadi sumber nutrisi bagi publik yang lapar akan pemikiran sehat.
---
Kompas di Era Generasi Z dan AI
Tentu tidak semua kalangan muda hari ini akrab dengan koran fisik. Mungkin banyak yang bahkan belum pernah menyentuh Kompas versi cetak. Tapi itu bukan berarti peran Kompas usang. Justru inilah tantangannya: menjangkau Gen Z yang berpindah dari headline ke highlight, dari artikel ke reels.