KELIMA. Simulasi evakuasi reguler, layaknya latihan pemadam kebakaran di gedung tinggi.
Semua ini bukan investasi yang mubazir. Ini investasi atas nyawa. Atas kredibilitas kita sebagai bangsa yang katanya ramah dan profesional.
Dari Rinjani, Kita Belajar Menjadi Lebih Manusiawi
Saya percaya, tragedi kadang hadir sebagai guru. Kematian Juliana, sekeras apapun itu, harus menjadi panggilan. Panggilan untuk tidak menormalisasi kelambanan. Untuk tidak menerima kenyataan bahwa nyawa hilang adalah hal wajar dalam pendakian.
Rinjani memang tinggi. Tapi harga kemanusiaan lebih tinggi.
Jika kita bisa membangun hotel bintang lima di kaki gunung, seharusnya kita bisa membangun sistem SAR yang setara bintang lima juga. Jika kita bisa menarik retribusi dan paket wisata jutaan rupiah, seharusnya kita bisa menyisihkan sebagian untuk melindungi para pejalan yang mungkin hanya ingin menyabung janji dengan alam.
Janji yang Tak Sempat Tersampaikan
Kita tak tahu janji apa yang dibawa Juliana ke puncak Rinjani. Mungkin janji pada dirinya sendiri. Mungkin pada seseorang di Brasil yang ia tinggalkan. Tapi satu hal yang pasti, ia datang dengan harapan. Dan Indonesia, dalam bentuk paling sederhana, telah gagal menjaganya.
Mari kita jaga pendaki-pendaki selanjutnya. Mari kita pastikan bahwa Rinjani tetap indah---bukan karena ia penuh romantika, tapi karena ia juga manusiawi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI