Mohon tunggu...
Harmoko
Harmoko Mohon Tunggu... Penulis Penuh Tanya

"Menulis untuk menggugah, bukan menggurui. Bertanya agar kita tak berhenti berpikir."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyabung Janji di Gunung Rinjani: Dari Mimpi, Menjadi Duka, Menuju Refleksi

28 Juni 2025   11:00 Diperbarui: 28 Juni 2025   11:00 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Foto Tangkapan Layar via Kompas.id

Pendaki Asing, Duka Global

Juliana bukan warga Indonesia. Ia bukan wisatawan lokal yang bisa kita abaikan dengan santai seperti kita mengabaikan lubang di jalan desa. Ia warga negara asing. Kabar kematiannya menyebar di Brasil, dan membawa nama Gunung Rinjani---dan Indonesia---ke dalam narasi duka.

Reputasi pariwisata tak hanya dibangun dari foto-foto indah dan ulasan bintang lima di TripAdvisor. Ia juga dibentuk dari bagaimana kita menangani krisis. Bagaimana kita memperlakukan tamu yang datang jauh-jauh, dan bagaimana kita merespons ketika mereka tak kembali pulang.

Kematian Juliana menjadi momen reflektif bahwa dalam dunia global, satu insiden bisa berdampak sistemik. Bisa memengaruhi citra, kepercayaan, dan bahkan keputusan wisatawan asing lainnya untuk datang atau tidak datang ke Indonesia.

Saatnya Kita Serius

Cukuplah kita menutup-nutupi fakta bahwa sistem pendakian kita masih minim. Ini waktunya kita mengubah paradigma. Pendakian bukan hanya soal puncak, bukan soal foto Instagramable, tapi soal manajemen risiko dan keselamatan.

Beberapa hal yang mendesak untuk dibenahi:

PERTAMA. Pelatihan pemandu dan porter yang bersertifikasi, bukan hanya berdasar pengalaman.

KEDUA. Pos SAR permanen di jalur pendakian utama, bukan hanya pos pendaftaran.

KETIGA. Sistem pelaporan digital real-time untuk setiap pendaki, sehingga setiap orang yang masuk bisa dilacak.

KEEMPAT. Peralatan evakuasi canggih yang disediakan oleh pemerintah, bukan sekadar tandu manual dan logistik seadanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun