Pendaki Asing, Duka Global
Juliana bukan warga Indonesia. Ia bukan wisatawan lokal yang bisa kita abaikan dengan santai seperti kita mengabaikan lubang di jalan desa. Ia warga negara asing. Kabar kematiannya menyebar di Brasil, dan membawa nama Gunung Rinjani---dan Indonesia---ke dalam narasi duka.
Reputasi pariwisata tak hanya dibangun dari foto-foto indah dan ulasan bintang lima di TripAdvisor. Ia juga dibentuk dari bagaimana kita menangani krisis. Bagaimana kita memperlakukan tamu yang datang jauh-jauh, dan bagaimana kita merespons ketika mereka tak kembali pulang.
Kematian Juliana menjadi momen reflektif bahwa dalam dunia global, satu insiden bisa berdampak sistemik. Bisa memengaruhi citra, kepercayaan, dan bahkan keputusan wisatawan asing lainnya untuk datang atau tidak datang ke Indonesia.
Saatnya Kita Serius
Cukuplah kita menutup-nutupi fakta bahwa sistem pendakian kita masih minim. Ini waktunya kita mengubah paradigma. Pendakian bukan hanya soal puncak, bukan soal foto Instagramable, tapi soal manajemen risiko dan keselamatan.
Beberapa hal yang mendesak untuk dibenahi:
PERTAMA. Pelatihan pemandu dan porter yang bersertifikasi, bukan hanya berdasar pengalaman.
KEDUA. Pos SAR permanen di jalur pendakian utama, bukan hanya pos pendaftaran.
KETIGA. Sistem pelaporan digital real-time untuk setiap pendaki, sehingga setiap orang yang masuk bisa dilacak.
KEEMPAT. Peralatan evakuasi canggih yang disediakan oleh pemerintah, bukan sekadar tandu manual dan logistik seadanya.