Setiap pagi, orang tua mengantar anak-anak mereka ke sekolah dengan harapan: semoga hari ini anak mereka belajar sesuatu yang berguna. Tapi jarang dari mereka yang bertanya---siapa yang menjaga kualitas pendidikan di balik tembok sekolah? Siapa yang memastikan bahwa bukan hanya dinding kelas yang kokoh, tapi juga sistem pengajaran dan pengelolaan sekolah yang kuat?
Di balik layar, seringkali bekerja tanpa tepuk tangan, berdiri sebuah lembaga bernama Komite Sekolah. Lembaga ini mungkin tidak terdengar akrab bagi banyak orang. Bahkan tak sedikit yang mengira Komite Sekolah hanya formalitas, sekadar nama yang muncul di struktur organisasi lalu lenyap begitu saja. Padahal, di atas kertas dan dalam praktik terbaiknya, Komite Sekolah bisa menjadi kekuatan sosial yang luar biasa.
Ketika Sekolah Tak Bisa Sendiri
Saya teringat cerita dari seorang kepala sekolah di kota kecil. Ia bercerita bagaimana ia sempat kewalahan mengelola anggaran, menyusun program tahunan, bahkan menghadapi komplain dari orang tua murid. Ia bukan tak mampu, tapi seperti kapal yang membutuhkan kompas, ia memerlukan panduan dan dukungan dari luar. Di sinilah Komite Sekolah masuk---bukan sebagai pengkritik, melainkan sebagai mitra.
Komite Sekolah adalah perwakilan masyarakat. Anggotanya bisa orang tua murid, tokoh masyarakat, pakar pendidikan, bahkan perwakilan dunia usaha. Mereka datang dari luar pagar sekolah, namun peduli pada apa yang terjadi di dalamnya.
Menurut Permendikbud No. 75 Tahun 2016, Komite Sekolah punya tugas yang tak ringan. Mereka memberikan pertimbangan kebijakan pendidikan, membantu penggalangan sumber daya, mengawasi layanan pendidikan, dan menjadi jembatan komunikasi antara sekolah, masyarakat, dan pemerintah. Dalam praktiknya, mereka bisa ikut menilai rencana anggaran sekolah, memantau penggunaan dana BOS, hingga menjadi tempat curhat orang tua murid ketika ada kebijakan sekolah yang membingungkan.
Namun sayangnya, tidak semua Komite Sekolah berjalan seideal ini.
Dari Fungsi Ideal ke Realitas Sosial
Di beberapa tempat, Komite Sekolah hanya aktif saat rapat tahunan. Di tempat lain, keberadaannya bahkan nyaris tidak terdengar. Ada yang takut bersuara karena merasa tidak berwenang, ada pula yang terlalu mencampuri urusan akademik hingga memicu konflik dengan guru dan kepala sekolah.
Padahal, peran mereka sangat penting. Sekolah memang memiliki kepala sekolah, guru, dan staf, tapi masyarakat tetap harus memiliki ruang untuk ikut serta---bukan untuk mengatur, tapi untuk menjaga, mengawasi, dan mendukung.
Tentu, ada batasan yang harus dipahami. Komite Sekolah tidak boleh memungut dana sembarangan, apalagi sampai menimbulkan beban bagi orang tua. Mereka juga tidak boleh mengintervensi kebijakan kurikulum secara langsung. Mereka bukan kepala sekolah bayangan. Tapi mereka bisa menjadi suara yang membantu sekolah melangkah lebih baik.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!