Hingga Sabtu (7/6/2025), jemaah haji Indonesia masih terus menjalani rangkaian puncak ibadah haji, yaitu melontar jumrah dan melakukan tawaf ifadah di Masjidil Haram, Makkah. Dua rukun haji ini merupakan bagian dari puncak ibadah yang menuntut kekuatan fisik dan mental, terutama bagi para lansia dan jemaah dengan kondisi kesehatan terbatas. Kelelahan pun menjadi kondisi yang tak terelakkan bagi sebagian besar jemaah, terlebih mengingat suhu di kawasan Tanah Suci yang terus meningkat dari hari ke hari.
Berdasarkan pantauan di kawasan Jamarat, Mina, Arab Saudi, yang menjadi lokasi pelemparan jumrah, jemaah haji Indonesia terlihat datang secara bergelombang sejak pagi hari. Namun, sesuai pengaturan dari Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), sebagian besar jemaah dijadwalkan melontar jumrah pada sore hingga malam hari guna menghindari suhu ekstrem yang terjadi pada siang hari.
Meski demikian, tidak semua jemaah dapat sepenuhnya menghindari kelelahan. Aktivitas berjalan kaki sejauh lebih dari tiga kilometer dari tenda-tenda di Mina menuju Jamarat, ditambah kepadatan di sekitar area pelontaran, membuat sebagian jemaah terlihat keletihan. Petugas haji Indonesia tampak sigap memberikan pertolongan kepada jemaah yang memerlukan bantuan, baik dengan menyediakan kursi roda, air minum, hingga memfasilitasi transportasi darurat bagi yang benar-benar tidak mampu melanjutkan perjalanan.
Menurut laporan dari Tim Kesehatan Haji Indonesia (TKHI), keluhan umum yang dialami jemaah mencakup kelelahan fisik, kram otot, dehidrasi ringan, dan gangguan pernapasan akibat kelelahan serta paparan debu di jalanan. Meskipun belum ditemukan kasus kelelahan berat yang menyebabkan kondisi kritis, upaya mitigasi terus dilakukan secara intensif.
Setelah melontar jumrah, sebagian besar jemaah bergerak menuju Makkah untuk menunaikan tawaf ifadah, salah satu rukun haji yang wajib dilaksanakan setelah wukuf di Arafah. Tawaf ini harus dilakukan di dalam Masjidil Haram dengan mengelilingi Ka'bah sebanyak tujuh kali.
Bagi jemaah yang baru saja menempuh rangkaian perjalanan dari Arafah ke Muzdalifah, lalu ke Mina untuk lontar jumrah, tawaf ifadah menjadi ujian stamina berikutnya. Meskipun perjalanan dari Mina ke Makkah dapat ditempuh dengan bus, tidak sedikit jemaah yang harus berjalan kaki cukup jauh untuk menjangkau titik pemberhentian kendaraan dan masuk ke area Masjidil Haram. Bagi jemaah lanjut usia dan yang memiliki komorbiditas, pelaksanaan tawaf sering kali harus dibantu oleh petugas atau didampingi oleh keluarga.
Guna mengurangi kepadatan di Masjidil Haram, PPIH bersama otoritas Arab Saudi memberlakukan sistem antrean dan pengaturan waktu masuk yang ketat. Namun demikian, faktor antusiasme dan ketidaksabaran sebagian jemaah kerap membuat antrean menjadi tidak teratur, terlebih menjelang waktu-waktu salat wajib. Petugas keamanan pun terlihat bekerja ekstra untuk memastikan kelancaran arus pergerakan.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama dan Kementerian Kesehatan RI telah menyiagakan berbagai layanan darurat, termasuk ambulans dan pos kesehatan di sepanjang jalur utama dari Mina ke Jamarat dan dari Mina ke Makkah. Petugas kesehatan Indonesia juga bersiaga di pemondokan serta di sektor-sektor yang telah ditentukan.
Selain itu, sejak awal masa puncak haji, petugas telah mengingatkan jemaah untuk menjaga hidrasi, menghindari paparan sinar matahari langsung, serta mengatur ritme ibadah agar tidak memaksakan diri. Jemaah juga dibekali air mineral, vitamin, serta edukasi mengenai tanda-tanda kelelahan akut yang perlu segera dilaporkan kepada petugas.
Meskipun suhu udara pada siang hari bisa mencapai 43 derajat Celsius, sebagian besar jemaah tetap bersemangat melaksanakan seluruh rangkaian ibadah dengan penuh ketabahan. Tidak sedikit yang memilih melakukan lontar jumrah dan tawaf pada malam hari demi menghindari teriknya cuaca, meski konsekuensinya adalah kelelahan akibat aktivitas dini hari.
Di tengah berbagai tantangan fisik yang dihadapi, semangat spiritual para jemaah justru menjadi sumber kekuatan utama. Bagi banyak jemaah, terutama yang sudah lanjut usia, kesempatan menunaikan ibadah haji adalah momen langka dalam hidup. Maka, meskipun tubuh terasa lelah, semangat untuk menyempurnakan ibadah terus menyala.
"Capek, tapi bahagia. Ini puncak haji, jadi harus disyukuri," ujar Pak Samsul, seorang jemaah asal Surabaya, sambil beristirahat di bawah naungan tenda di Mina. Ia menambahkan bahwa doa-doa dan zikir yang dibacanya selama perjalanan membantu dirinya tetap kuat dan fokus dalam menjalankan ibadah.
Hingga hari ini, pelaksanaan puncak haji bagi jemaah Indonesia dapat dikatakan berjalan cukup lancar meski diwarnai kelelahan di lapangan. Koordinasi antarinstansi terus diperkuat, dan komunikasi dengan jemaah dijaga melalui petugas kloter serta sektor.
Ke depan, pengalaman tahun ini akan menjadi pelajaran berharga dalam menyiapkan sistem mitigasi yang lebih matang, termasuk penguatan edukasi fisik dan mental sebelum keberangkatan haji. Penggunaan teknologi seperti aplikasi pengingat jadwal, peta digital lokasi tenda dan jalur ibadah, serta sistem informasi kesehatan juga akan terus dikembangkan untuk meningkatkan kenyamanan dan keselamatan jemaah.
Puncak ibadah haji memang menuntut pengorbanan besar. Namun bagi jutaan jemaah dari seluruh dunia, termasuk Indonesia, rasa letih dan lelah seakan sirna saat niat suci dan tekad ibadah terpatri dalam hati. Semoga seluruh jemaah diberikan kekuatan untuk menyelesaikan seluruh rangkaian ibadah haji dengan sempurna dan kembali ke Tanah Air dalam keadaan sehat dan menjadi haji mabrur.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI