3. Transparansi proses administratif antara Kemdiktisaintek, LPDP, dan pihak universitas.
4. Perlindungan status akademik, mengingat banyak dari mereka telah mengambil cuti atau mengundurkan diri dari kampus asal.
5. Evaluasi sistem beasiswa, agar tidak ada lagi ketimpangan antara pengumuman kelulusan dan realisasi keberangkatan.
Seorang peserta aksi dari Universitas Negeri Yogyakarta mengatakan, "Kami ini bukan demonstran jalanan. Kami hanya ingin menuntut apa yang sudah seharusnya menjadi hak kami. Jangan buat kami seperti menggantung masa depan di awang-awang."
Respons dari Pemerintah
Menanggapi aksi tersebut, Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemdiktisaintek akhirnya turun menemui peserta. Dalam pernyataannya, ia mengatakan bahwa kementerian tengah berkoordinasi dengan LPDP terkait proses pencairan dana dan keberangkatan.
"Kami mengakui adanya keterlambatan. Namun, ini bukan karena kami abai, melainkan karena proses administrasi yang ketat dan menyangkut dana negara," ujarnya.
Meski pernyataan tersebut terdengar menenangkan, banyak peserta menganggapnya kurang konkret. Mereka meminta adanya timeline tertulis dan komunikasi yang lebih terbuka antar pihak.
Dilema Akademisi Muda
Kondisi ini menciptakan dilema serius bagi para dosen muda. Di satu sisi, mereka telah memutuskan banyak hal demi mengejar kesempatan belajar di luar negeri. Di sisi lain, sistem yang seharusnya menopang mereka justru menjadi sumber beban.
Ada yang sudah memutus kontrak kerja sementara, menjual kendaraan pribadi, atau bahkan meminjam uang untuk persiapan keberangkatan. Namun, tanpa kepastian, semua itu hanya menjadi risiko pribadi yang tak terkompensasi.