Inilah yang disebut sebagai kemiskinan struktural. Ia adalah belenggu tak kasat mata yang mencengkeram kaki anak-anak bangsa.Â
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, jika tidak dibarengi dengan pemerataan akses dan investasi pada sumber daya manusia, justru memperlebar jurang antara si miskin dan si kaya.
Mereka yang lahir di keluarga berkecukupan memiliki keunggulan sejak awal: pendidikan berkualitas, gizi seimbang, lingkungan yang mendukung, dan jejaring sosial yang luas.Â
Sedangkan mereka yang lahir dari keluarga miskin, harus berjuang sepuluh kali lipat hanya untuk mencapai titik awal yang sama. Ini bukan tentang malas atau rajin.Â
Ini tentang struktur dan sistem yang tidak adil.
Potensi yang Terkubur
Di balik statistik kemiskinan, tersembunyi jutaan potensi yang tak pernah tumbuh. Ada anak-anak jenius yang tidak pernah menyentuh komputer.Â
Ada pemikir hebat yang harus putus sekolah demi membantu orang tua mencari nafkah. Ada calon pemimpin yang tak pernah mengenal ruang diskusi karena terjebak dalam lingkaran kerja kasar sejak remaja.
Setiap anak yang lahir ke dunia membawa kemungkinan. Tapi dunia sering kali hanya memberi kesempatan kepada mereka yang sudah berada di jalur cepat.Â
Yang lainnya? Mereka harus membangun jalan sendiri, di atas tanah yang tak rata dan penuh duri.
Namun, sejarah membuktikan bahwa perubahan itu mungkin. Beberapa dari mereka yang terlahir dalam kemiskinan mampu membalik takdir.Â