Mohon tunggu...
Harmen Batubara
Harmen Batubara Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis Buku

Suka diskusi tentang Pertahanan, Senang membaca dan menulis tentang kehidupan, saya memelihara blog wilayah perbatasan.com, wilayahpertahanan.com, bukuper batasan .com, harmenbatubara.com, bisnetreseller.com, affiliatebest tools.com; selama aktif saya banyak menghabiskan usia saya di wialayah perbatasan ; berikut buku-buku saya - Penetapan dan Penegasan Batas Negara; Wilayah Perbatasan Tertinggal&Di Terlantarkan; Jadikan Sebatik Ikon Kota Perbatasan; Mecintai Ujung Negeri Menjaga Kedaulatan Negara ; Strategi Sun Tzu Memanangkan Pilkada; 10 Langkah Efektif Memenangkan Pilkada Dengan Elegan; Papua Kemiskinan Pembiaran & Separatisme; Persiapan Tes Masuk Prajurit TNI; Penyelesaian Perselisihan Batas Daerah; Cara Mudah Dapat Uang Dari Clickbank; Rahasia Sukses Penulis Preneur; 7 Cara menulis Yang Disukai Koran; Ketika Semua Jalan Tertutup; Catatan Blogger Seorang Prajurit Perbatasan-Ketika Tugu Batas Digeser; Membangun Halaman Depan Bangsa; Pertahanan Kedaulatan Di Perbatasan-Tapal Batas-Profil Batas Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Kepemimpinan Obama dalam Perspektif Bencana Lapindo

10 Juli 2010   15:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:57 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat membuka seminar internasional ”Indonesia Menuju 2025: Tantangan Geopolitik dan Keamanan dengan Fokus Sumber Daya Alam, Ekonomi, dan Energi” di Istana Negara, Jakarta, Rabu (17/3). Seminar digelar dalam rangka peringatan satu tahun Universitas Pertahanan Indonesia. Acara tersebut juga dihadiri Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro beserta para menteri lainnya. Menurut Presiden Perubahan geopolitik dunia saat ini dan masa mendatang ditentukan oleh penguasaan terhadap pangan, energi, dan air bersih. Sumber konflik pada masa mendatang bukan lagi soal agama, wilayah, dan keamanan, melainkan penguasaan pangan, energi, dan air bersih.

Kalau kita melihat fakta sejarah, esensi sebenarnya belum ada yang berubah, Negara-negara barat sejak dahulu datang dan menguasai wilayah jajahannya hanya dengan satu maksud mencari Sumber Daya Alam, baik yang ada di dalam kandungan bumi ( tambang, mineral dlsb) serta hasil buminya sendiri; semua tenaga mereka kerahkan untuk menjamin agar semua kekayaan alam jajahan mereka bisa peroleh. Fenomena ini sesungguhnya masih berlaku sampai sekarang, Amerika rela mengorbankan puluhan ribu tentaranya sendiri, serta tentara sekutu mereka hanya untuk memastikan bahwa kekayaan alam yang ada di Irak dan Afganistan dapat mereka kuasai;mereka melakukannya dengan cara mereka sendiri, yang kekejamannya melebihi batas-batas kewajaran; tetapi semua kekuatan lain hanya bisa diam saja. Bisa disamakan dengan kumpulan kijang di yang jadi santapan Harimau, tanpa ada satupun kijang lainnya yang protes, mereka sama sekali tidak peduli. Peradaban dunia dari dahulu, sesugguhnya belum berubah, hanya caranya saja yang berbeda.

Terkait perlakuan Negara kepada sumber-sumber kekayaan alam kita, ada persoalan serius yang sepertinya tidak bisa ditegakkan aturan yang sesungguhnya. Pertama kita melihat apa yang terjadi dengan Lapindo. Bagi masyarakat sebenarnya, sederhana saja, bagi mereka yang dirugikan diganti dan diberi kompensasi yangwajar dan pantas, dan bagi mereka yang salah di hukum, Itu saja. Tetapi itu ternyata hasilnya sangat berbeda, rakyatnya terlantar, Negara malah seolah mencari pembenaran secara hukum bahwa Lapindonya itu tidak salah, dan malah salut pada Lapindo yang mau bersusah payah mengeluarkan dananya sendiri demi bencana alam, yang kebetulan berlokasi di daerah kerja mereka.

Demikian juga pencemaran di Laut Timor yang dipicu meledaknya kilang Montara milik Australia, 21 Agustus 2009, padahal, kapasitas muntahan minyak Montara menurut para ahlinya hampir dua kali muntahan kebocoran minyak milik Trans Ocean LTD di Teluk Meksiko, dengan prospektif korban sedikitnya 17.000 orang, mulai dari nelayan, pembudidaya, hingga masyarakat pesisir umumnya. Pemerintah Australia sendiri tidak pernah atau sudah sangat terlambat sekali memberitahukan ini. Tetapi sayangnya pemerintah kita tidak pernah melakukan protes kepada pemerintah Australia. Padahal sebagai Negara, kita wajib melakukannya dan sekaligus minta ganti rugi akan bencana yang diakibatkannya. Sayang sekali hal itu tidak terjadi. Padahal Obama, presiden Amerika melakukannya dengan baik, sesuai tataran diplomasi dan memaksa perusahaan Trans Ocean Ltd, mengganti kerugian sebesar US $ 20 miliar. Sungguh, kepemimpinan seperti itu adalah dambaan siapapun rakyatnya.

Kini yang kita lihat di Lapindo,

Sejumlah 99 anak korban luapan lumpur yang menyembur di areal konsesi PT Lapindo Brantas terancam putus sekolah karena kekurangan biaya. Gerakan Masyarakat Sipil Menuntut Keadilan Lumpur Lapindo akan menghimpun dana beasiswa bagi 99 siswa itu di Kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan di Jakarta mulai Kamis (8/7).

Aktivis Institut Hijau Indonesia, Selamet Daroyni, menyatakan, para anak itu terancam putus sekolah lantaran luapan lumpur yang menyembur sejak 29 Mei 2006 telah merusak sumber-sumber pencarian orangtua mereka. Kebanyakan dari mereka adalah anak dari petani dan buruh yang sawah atau pabrik tempat mereka bekerja terendam lumpur.

Mereka berasal dari sejumlah desa yang terkena semburan lumpur Lapindo, di antaranya dari Jatirejo, Renokenongo, Besuki, Kedungbendo, ”Mereka yang terancam putus sekolah terdiri dari 83 siswa sekolah dasar/ sederajat, 13 siswa sekolah menengah pertama/sederajat, dan 3 siswa sekolah menengah atas/sederajat,” kata Selamet di Jakarta, (kompas, 8 Juli 2010).

Memang, Mahkamah Agung sudah memutuskan bahwa peristiwa lumpur Lapindo adalah bencana alam sehingga dari aspek politik dan legalistik formal posisi Lapindo berada juga adalah korban bencana. Hebatnya lagidengan keputusan tersebut jadi patokan , maka kasus Lapindi itu adalah pahlawan bencana alam, dan Lapindo dianggap telah bermurah hati yang berkenan mengeluarkan dana untuk membantu para korban, hingga mencapai Rp 5 triliun. Dan patut di duga danbisa terjadi suatu saat nantipihak Lapindo akan meminta penggantian dana 5 triliun itu kepada pemerintah, uang rakyat. Secara logika hal itu mudah dilakukankarena Lapindo adalah milik orang kuat dalam partai politik di negeri ini.

Yang ingin kita katakana adalah betapa mudahnya para pemimpin merangkai kata-kata demi kemajuan negeri, tetapi bila hal itu tiba di tataran implementasi, semuanya jadi rancu, bukannya bertindak sebagaimana mestinya seperti presiden Obama memaksa yang bersalah memberikan ganti rugi, tetapi di negeri kita malah semua jadi serba terbalik; coba misalnya saat ini Negara kita tengah jadiPrakarsa tama dalam perubahan Iklim, yang mencoba mencari solusi terbaik bagilingkungan hidup , tetapi begitu ada pencemaran yang dahsyat luberan minyak Montara di laut Timor. Negara kita malah diam saja, jangankan bisa minta ganti rugi, seperti yang dilakukan presiden Obama, Negara kita, malah protes sajapun tidak. Kita sebagai rakyat bisa apa, kalau kasus seperti Lumpur Lapindo saja, tidak bisa diselesaikan dengan logika orang awam sederhana; yakni menyelamatkan warga yang terkeca bencana. Soal itu siapa yang salah, masalahnya bukan persoalan rakyat. Tetapi itu persoalan Negara.

,

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun