Mohon tunggu...
Hari Wiryawan
Hari Wiryawan Mohon Tunggu... Dosen - Peminat masalah politik, sejarah, hukum, dan media, dosen Usahid Solo.

Penulis lepas masalah politik, sejarah, hukum, dan media, dosen Usahid Solo

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Jurus "Blitzkrieg" untuk "Security Approach" ala Jokowi

19 November 2019   09:09 Diperbarui: 20 November 2019   01:55 2639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jauh-jauh hari sebelum pelantikan sebagai Presiden, Jokowi sudah melansir ide bahwa kabinetnya akan diisi oleh anak-anak muda. Berkali-kali Jokowi menyatakan hal itu sehingga membuat orang penasaran. Media dan warganet pun menyambut dengan antusias. Sejumlah nama tokoh muda pun digadang-gadang sebagai bakal calon menteri. Dan memang dalam Kabinet Indonesia Maju ( KIM) terdapat banyak anak muda.

Ini memang kejutan. Anak-anak muda bangsa, bak bintang-bintang betebaran menghiasi langit negeri sebagai pimpinan baru bangsa.

Citra kabinet yang segar, ramah teknologi untuk kesejahteraan di masa depan tercapai. Citra kabinet yang milenial terbentuk, jauh dari citra angker. Kampanye Jokowi untuk membentuk citra kabinetnya, sebagai kabinetnya anak muda berhasil dengan baik.

Itu semua adalah 'pencitraan' yang dilakukan Jokowi dengan sangat canggih. Karena, ternyata Jokowi menyembunyikan misi lain yang sedang diembanya. Ada agenda tersembunyi di balik citra kabinet anak muda. Agenda itu adalah: menyelesaikan kelompok intoleran, kaum radikal. Misi ini tidak pernah dikemukakan Jokowi kepada publik secara terbuka.

Dalam KIM, kalangan intoleran dihadang di kementerian dalam negeri, yang di gawangi oleh mantan Kapolri dan mantan Densus 88, Jenderal Polisi Tito Karnavian. Ini untuk menertibkan para aparatur sipil negeri. Kementerian Agama digawangi oleh Jenderal TNI (purn) Fachrul Razi, ini untuk menertibkan ormas intoleran.

Dan kini yang tidak kalah menarik adalah masuknya Ahok mantan Gubenur DKI. Karena kaum intoleran juga telah menguasai BUMN, maka atas nama profesionalisme dan peningkatan kinerja manajemen BUMN, Ahok bisa masuk.

Inilah sekali lagi membuktikan kepiawaian Jokowi dalam menata negeri. PR Jokowi yang muncul pada periode pertama yaitu menguatnya kaum intoleran ini tampaknya akan diselesaiakn dalam lima tahun kedepan.

Ibarat burung, KIM memiliki dua sayap yaitu sayap ekonomi kreatif menyongsong masa depan dengan citra anak muda, dan sayap politik keamanan yang digawangi Tito dan Fahrul. Kini dua orang itu akan diperkuat oleh Ahok.

Dengan terus mengangkat isu kabinet anak muda dan tantangan teknologi di masa depan Jokowi telah berhasil membius publik bahwa kabinetnya bervisi ekonomi kreatif yang padat teknokogi, dan itu dikuasai anak muda. Sementara agenda politik keamanan yang merupakan PR Jokowi di periode pertama, tak sempat tercium.

Dalam dunia militer strategi dalam kabinet Jokowi ini ibarat serangan kilat atau yang dikenal dengan istilah Blitzkrieg, yaitu serangan kilat yang dilakukan oleh pasukan infanteri dengan dukungan kendaraan lapis baja dan serangan udara jarak dekat.

Dengan Blitzkrieg (Jerman: Perang Kilat), para lawan, juga kawan, tak menduga bahwa seorang jenderal bintang empat yang akan menggawangi kementerian agama. Mereka tentu mengira jatah menteri agama pasti dari kalangan nahdiyin.

Jika menteri dari NU, maka kaum intoleran akan mudah membaca dan mudah mengambil posisi. Tapi dengan seorang Aceh bintang 4. Kaum intoleran akan tergagap.

Sementara di aparat sipil orang juga pasti akan menduga Tjahyo Kumolo akan dipakai lagi karena cukup rapi menata kementerian dalam negeri. Dan serang mendadak yang baru saja digunakan Jokowi adalah: Ahok.

Dalam Blitzkrieg, Jokowi hanya menyampaikan sayap sosial-ekonomi yang dicitrakan sebagai kabinet anak muda. Namun sayap politik keamanan disembunyikan.

Model kebijakan kabinet dengan pisau bermata dua ini, sebenarnya telah dijalankan dalam kabinet Pembangunan zaman Orde Baru. Suharto memiliki dua sayap yaitu di sisi kiri sayap pembangunan ekonomi dengan Mafia Berkeley (Wijoyo Nitisastro dkk) dan sayap stabilitas politik keamanan Letjen Ali Murtopo dan Jenderal Beny Murdani.

Suharto dan Jokowi kurang lebih menghadapi masalah yang sama yaitu pembangunan ekonomi yang harus dipercepat dan stabilitas politik keamanan yang harus mantab.

Dalam hal stabilitas politik dan keamanan. Suharto menghadapi hantu komunisme. Hantu ini diselesaikan dengan baik oleh Suharto, tak peduli dengan isu kemanusian.

Suharto dalam awal pemerintahanya juga berhadapan dengan Islam. NU dan Muhammadiyah yang moderat saja tidak bisa mendekat, apalagi Abu Bakar Baasyir, langsung lari ke luar negeri. Namun masalah dengan Islam selesai sejak Suharto mendirikan ICMI.

Beruntung Suharto dengan kharisma dan otoritarianisme-nya mampu mengkonsolidasi kabinetnya dalam waktu yang lama, --karena jangka waktu berkuasa lama---sehingga soliditas tim terjaga.

Namun stabilitas politik keamanan yang terlalu kencang yang dikenal dengan pendekatan keamanan (security approach) di bayar mahal dengan mandegnya berbagai saluran politik aspirasi bawah. Akibatnya Suharto tumbang dengan unjuk rasa mahasiswa.

Apa yang dilakukan Jokowi, dalam membangun stabilitas politik keamanan bisa juga disebut menerapkan metode 'security approach' , (sebuah istilah yang tidak disukai publik pada zaman Orde Baru).

Hal ini bisa dilihat dalam kebijakan Jokowi menghadapi kaum intoleran, dan adanya penempatan dua jenderal dalam jabatan yang biasanya dipegang sipil, Mendagri dan Menag. (Dalam kasus ini Menteri Kesehatan meskipun seorang tentara tetapi tidak tanpak misi politiknya).

Kini kebijakan ala Orde Baru itu di jalankan Jokowi. Anehnya publik tidak melihat hal itu sebagai suatu 'penjelmaan Orde Baru'. Tidak ada kritik dari media soal pendekatan keamanan ala Jokowi. Ini antara lain karena kepiawaian Jokowi dalam membranding kabinetnya sebagai 'kabinet anak muda', seperti disebut diatas.

Kini tugas Jokowi tinggal membangun soliditas, sebab para menteri baru bekerja sebagai tim dalam beberapa pekan ini. Beruntung Jokowi memiliki Mahfud MD.

Menkopolhukam ini memiliki jam terbang yang panjang di birokrasi dengan berbagai jabatan publik. Selain itu kematanganya dalam bidang hukum membuat tim anti intoleransi ini bisa lebih terarah.

Sehingga nantinya terhindar masalah hukum. Masuknya Ahok, nampaknya juga telah dihitung benar oleh Mahfud MD, karena sebagai mantan narapidana Ahok masuk lewat celah yang tersedia yaitu di area jabatan hukum perdata yaitu di BUMN, bukan di wakil menteri yang secara hukum merupakan jabatan pubik yang terlarang bagi Ahok.

Dalam bidang politik dan keamanan Jokowi memiliki tantangan yang mirip dengan Suharto, dan kini menyusun kabinet yang juga mirip dengan Suharto.

Kini haluan politik ada di tangan Jokowi agar tetap menjaga nilai-nilai demokrasi, rule of law dan jaminan kebebasan berbicara. Security approach Jokowi harus terkontrol dan terjaga dalam koridor hukum.

Dalam menghadapi kaum intoleran dengan Kabinet Indonesia Maju, beban yang dipikul Jokowi jauh lebih ringan bila dibanding periode I. Jokowi kini memiliki Tito dan Fahrul Razi. Tito dulu memang juga mendampingi Jokowi namun sebagai Kapolri. Dengan Kapolri baru, Idham Azis dari Sulawesi Tenggara yang merupakan orang dekat Tito, ibarat Jokowi kini memiliki dua Kapolri. Menteri Agama yang dulu terlalu santun dan intelek, kini Menag bak bolduzer yang menderu.

Karena itu, Jokowi kini memiliki dua menteri pertahanan. Di samping Prabowo, kini juga ada Fachrul Razi, Menag rasa Menhan. Ahok yang dulu menjadi salah satu titik paling lemah bagi posisi Jokowi, kini justru menjadi titik penguat Jokowi.

Kemudian KH Ma'ruf Amin, yang fatwanya sempat menjadi penggerak masa, kini sudah menjadi Capres. Sementara Prabowo, sebagaimana rival Jokowi dalam Pilpres, sudah mendapat kursi terhormat di kementerian

Betapa cepat Jokowi mengubah sebuah titik lemah dalam organisasi di ubah menjadi titik penguat. Ini butuh kegeniusan.

Karena itu, dengan jurus Blitzkrieg, yang tak terduga, security approach-nya Jokowi tampaknya akan bisa menyelesaikan PR-nya dengan baik. Semoga. (Hari Wiryawan)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun