Namun, tanpa melihat data angka, cukup dengan kasat mata saja, kemacetan belum juga terurai secara optimal. Mungkin saja, bertambahnya infrastruktur diimbangi atau bahkan dilewati oleh berlanjutnya urbanisasi. Itu baru Jakarta, belum lagi kota-kota besar lainnya di Indonesia.
Jika memang upaya pembenahan perkotaan belum membuahkan hasil sesuai harapan, tidak ada salahnya mulai memikirkan memajukan pedesaan. Setidaknya, ketika apa yang dibutuhkan penduduk desa tersedia di tempatnya, perpindahan ke kota pun dapat ditahan.
Membangun desa bukan ditujukan agar setara dengan kota, karena bagaimanapun ada aspek kearifan lokal di desa yang harus tetap dipertahankan. Membangun desa maksudnya adalah memenuhi kebutuhan mendasar masyarakat desa.Â
Kebutuhan itu setidaknya meliputi pendidikan yang memadai, lapangan kerja yang menjanjikan, dan jaminan kelayakan ekonomi.
Perjalanan Panjang Membuka Batasan
Apa yang dilakukan Zoho memang menjanjikan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan mendasar itu. Dari menyediakan sarana penyiapan keterampilan, lalu menyerap tenaga terampil tersebut, hingga memberikan imbalan penghasilan yang layak.
Zoho adalah potret keberhasilan suatu usaha yang dijalankan dengan keyakinan kuat bahwa batasan antara desa dengan kota bisa dileburkan. Meskipun perusahaan berbasis teknologi, keberhasilan mereka tidak terlepas dari kemampuan menyatukan diri dengan kehidupan lokal.
Indonesia pun mampu mereplikasikan apa yang dilakukan Sridhar Vembu dengan Zoho-nya. Tentunya ada banyak hal yang perlu dilakukan untuk mewujudkannya.
Pertama, kita berharap ada sosok seperti Vembu yang memiliki kemauan dan kemampuan untuk bertindak di luar kebiasaan.Â
Sosok dengan pendidikan yang bagus dan pengalaman kerja yang mumpuni untuk bersedia balik deso mbangun deso. Atau, bersedia menepi dari kerumunan kota untuk berkarya dari desa.
Kedua, dukungan infrastruktur dari pemerintah tidak dapat dielakkan.Â