Mohon tunggu...
Abdul Haris
Abdul Haris Mohon Tunggu... Bankir - Menulis Untuk Berbagi

Berbagi pemikiran lewat tulisan. Bertukar pengetahuan dengan tulisan. Mengurangi lisan menambah tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mereka di Balik Kesuksesan Proklamasi

20 Agustus 2016   23:45 Diperbarui: 27 Juni 2018   13:45 1203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sejarah mencatat dengan tinta emas Ir. Sukarno dan Drs. Mohammad Hatta sebagai proklamator kemerdekaan RI. Keduanya diabadikan sebagai pahlawan nasional yang memiliki jasa luar biasa besar melahirkan kembali bangsa Indonesia sebagai bangsa merdeka. Dibalik peristiwa proklamasi, Dwi tunggal sukarno Hatta tidaklah bekerja sendiri. Mereka didukung oleh para loyalis bangsa yang mempunyai satu tujuan yaitu Indonesia merdeka.

Mereka di Balik Layar

Peristiwa proklamasi memang menyimpan banyak cerita yang sarat makna. Tindakan-tindakan cerdas dalam kondisi yang sangat mendesak dilakukan oleh para revolusiner. Sekelompok aktivis kemerdekaan yang masih berusia muda langsung peka setelah memperoleh berita tundukknya dai Nippon terhadap sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945. Mereka berinisiatif mengusulkan proklamasi segera dikumandangkan untuk menghindari kesan bahwa kemerdekaan adalah hadiah dari Jepang.

Di sinilah menariknya, para pemuda yang masih bergelora dan ingin serba cepat itu berdebat dengan generasi seniornya yang cenderung banyak pertimbangan. Yang muda mendesak Bung Karno dan Bung Hatta, sebagai golongan senior, untuk segera memproklamirkan kemerdekaan RI. Perdebatan diakhiri dengan putusan golongan muda untuk ‘menculik’ Sukarno dan Hatta untuk diamankan ke Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945.

Tujuan penculikan adalah menjauhkan Sukarno dan Hatta dari pengaruh Jepang yang masih kuat saat itu. Tindakan cepat para tokoh muda itu berakhir indah. Teks proklamasi akhirnya dibacakan oleh Bung Karno pada tanggal 17 Agustus 1945.

Orang-orang di belakang layar proklamasi itu memiliki peran besar dalam mensukseskan momentum paling bersejarah bangsa ini. Mereka rata-rata adalah tokoh politik muda yang tergabung dalam perkumpulan Menteng 31 dan para revolusioner senior. Berikut tokoh-tokoh dimaksud dan perjalanan singkat hidupnya:

Sutan Syahrir

Si bung kecil julukannya. Sahabat Bung Hatta selama pembuangan di Banda Naira ini adalah orang yang memperoleh berita menyerahnya Jepang terhadap sekutu dari siaran radio luar negeri tanggal 15 Agustus 1945. Dari situlah, dengan dukungan para pemuda, Syahrir mendesak Sukarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan RI.

Pasca kemerdekaan, Syahrir yang masih berusia 36 tahun diangkat menjadi perdana menteri pertama di Indonesia dan sekaligus perdana menteri termuda di dunia. Dia membentuk Kabinet Syahrir I dan II. Pada periode kedua itulah Syahrir dipercaya Sukarno mewakili Indonesia dalam Perjanjian Linggarjati. Syahrir juga mendirikan Partai Sosialis Indonesia pada tahun 1948.

Sayang sekali, pasca peristiwa pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) tahun 1958, hubungan Syahrir dengan Sukarno tidak lagi harmonis. Syahrir dipenjara dari tahun 1962-1965 dan meninggal saat berobat di Swiss tahun 1966. Namanya terdaftar sebagai pahlawan nasional pada tahun 1966.

Sukarni

Dia adalah pimpinan kelompok pemuda yang berinisiatif menculik Sukarno dan Hatta. Dalam penyusunan teks proklamasi, Sukarni lah yang mengusulkan penulisan kalimat ‘Atas nama Bangsa Indonesia, Sukarno-Hatta’.

Setelah proklamasi kemerdekaan, dia menjabat sebagai ketua umum Partai Murba. Tahun 1961-1964, Sukarni menjabat sebagai duta besar di Peking, ibu kota Republik Rakyat Tiongkok. Perbedaan pandangan politik dengan Sukarno akhirnya membawa Sukarni masuk ke penjara menjadi tahanan politik. Pada masa Orde Baru, Sukarni dibebaskan dan ditunjuk sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung tahun 1967. Dia juga memperoleh penghargaan Bintang Mahaputra. Tokoh muda itu wafat tahun 1971 namun baru ditetapkan sebagai pahlawan nasional tahun 2014.

Achmad Soebardjo

Achmad Soebardjo termasuk dalam golongan senior. Dialah yang mewakili golongan tua untuk berdialog dengan golongan muda mengenai rencana proklamasi. Bersama Sukarno dan Hatta, dia juga turut menyusun naskah proklamasi.

Pasca proklamasi Achmad Soebardjo diangkat menjadi menteri luar negeri dan selanjutnya menjadi duta besar Swiss. Dia wafat pada tahun 1978 dan ditetapkan sebagai pahlawan nasional tahun 2009.

Wikana

Karena koneksi Wikana dengan Angkatan Laut Jepang (Kaigun), teks proklamasi dapat dirumuskan di rumah Laksamana Maeda di Menteng. Dia jugalah yang mengatur semua keperluan pembacaan teks proklamasi di Pegangsaan 56.

Pasca proklamasi kemerdekaan, Wikana ditarik oleh Perdana Menteri Sjahrir untuk menjadi Menteri Negara Urusan Negara. Dia juga sempat menjadi anggota MPRS. Wikana bergabung dengan PKI dan sempat menjadi pimpinan PKI bawah tanah. Tahun 1966, sekelompok orang berseragam tentara meringkus Wikana. Dia termasuk tokoh yang menghilang dan diduga meninggal dibunuh pada peristiwa pasca G30S PKI.

Chaerul Saleh

Chaerul Saleh merupakan bagian dari kelompok pemuda yang turut mempelopori penculikan Sukarno dan Hatta.

Pasca kemerdekaan, karir Chaerul cukup cemerlang diantaranya yaitu menjabat sebagai Menteri Negara Urusan Veteran pada Kabinet Djuanda (1956) dan menjadi Wakil Perdana Menteri III (1963). Namun, akhir karir Chaerul kurang menguntungkan karena pada masa pemerintahan Suharto (1966) Ia ditangkap sebab dianggap mendukung kebijakan Sukarno yang pro-komunis. Chaerul Saleh meninggal tahun 1967 dengan status tahanan politik.   

Sayuti Melik

Sayuti Melik adalah pengetik teks proklamasi yang telah disusun Sukarno cs. Pada saat melakukan pengetikan itulah dia merubah beberapa kalimat dalam teks proklamasi yang ditulis Sukarno. Profesi Sayuti Melik sendiri adalah sebagai wartawan. Tulisan-tulisannya yang tajam menjadikannya sering menjadi tahanan politik. Sebagai aktivis politik dia pernah menjadi anggota MPRS dan DPR-GR. Karena prestasinya, Sayuti Melik memperoleh penghargaan Bintang Mahaputra dari Presiden Sukarno dan Presiden Suharto.

BM Diah

Tanpa kesigapan BM Diah mungkin dokumen teks asli proklamasi tidak dapat menjadi bukti sejarah. Ya, dialah pemuda yang menyimpan teks proklamasi setelah diketik Sayuti Melik. BM Diah menyerahkan teks tersebut kepada pemerintah pada tahun 1992.

Karir dan hidupnya sangat cerah pasca kemerdekaan. Dia menjabat duta besar pada beberapa Negara yaitu Cekoslowakia, Hungaria, Inggris dan Thailand. Dia juga menjadi pengusaha sukses di bidang perhotelan.

Suwiryo

Dialah orang yang bertanggung jawab atas terselenggaranya proklamasi di rumah Bung Karno. Suwiryo saat itu menjabat sebagai wakil wali kota Jakarta. Setelah kemerdekaan, Suwiryo diangkat oleh Sukarno menjadi Walikota Jakarta Raya. Dia juga sempat memegang berbagai jabatan penting seperti wakil perdana menteri kabinet Sukiman-Suwiryo, komisaris bank, ketua PNI, anggota MPRS dan DPA.  

Adam Malik

Peran Adam Malik adalah ikut serta membawa Sukarno dan Hatta ke Rengasdengklok bersama tokoh pemuda lainnya. Dia juga menggerakkan rakyat untuk berkumpul di lapangan Ikada guna mendukung kepemimpinan Soekarno Hatta. Sebagai Ketua III Komite Nasional Indonesia Pusat, Adam Malik bertugas menyiapkan susunan pemerintahan pasca kemerdekaan.

Selama hidupnya, Adam Malik merupakan tokoh yang memperoleh posisi kenegaraan penting dalam orde lama maupun orde baru. Jabatan menteri hingga terakhir wakil presiden RI III pernah diamanatkan padanya.

‘Mereka Yang (Hampir) Terlupakan’

Selain tokoh-tokoh pergerakan politik yang telah saya sebutkan, ada juga orang-orang lainnya yang memang sejarah tidak mencatatnya sebagai tokoh politik pergerakan nasional tapi berperan penting dalam prosesi proklamasi. Berikut para ‘pahlawan (hampir) terlupakan itu’:

Fatmawati

Fatmawati adalah istri Bung Karno sekaligus Ibu Negara I Indonesia. Fatmawati merupakan penjahit bendera merah putih pertama. Bendera itu selanjutnya disimpan menjadi bendera pusaka.

Latief Hendraningrat (PETA), Suhud, dan SK Tri Murti (istri Sayuti Melik)

Setelah pembacaan proklamasi kemerdekaan, prosesi pengibaran bendera dilakukan oleh Latief Hendraningrat, Suhud, dan SK Tri Murti.

Frans Mendur dan Alex Mendur

Mendur bersaudara adalah fotografer jurnalis yang mengabadikan rangkaian kegiatan proklamasi kemerdekaan saat itu. Sejarah hampir melupakan 2 orang Mendur bersaudara ini. Tanpa mereka, kita tidak akan pernah memperoleh gambar visual momentum pembacaan teks proklamasi.

Yusuf Ronodipuro

Yusuf Ronodipuro adalah wartawan radio militer Jepang di Jakarta (Hoso Kyoku). Dialah orang yang menyiarkan berita proklamasi lewat siaran mancanegara. Atas keberaniannya itu, radio-radio internasional seperti BBC London, radio di Amerika, dan Negara-negara lain dapat memperoleh informasi kemerdekaan Indonesia.

Laksamana Maeda

Laksamana Muda Maeda Tadashi  adalah perwira tinggi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang di Hindia Belanda. Perannya dalam proklamasi kemerdekaan adalah meminjamkan rumahnya di Jl. Imam Bonjol No. 1 Jakarta sebagai lokasi penyusunan teks proklamasi. Dia jugalah yang menyediakan segala perlengkapan untuk pengetikan teks proklamasi.

Djiaw Kie Siong

Dia adalah petani kecil keturunan Tionghoa yang meminjamkan rumahnya di Rengasdengklok untuk Bung Karno dan Bung Hatta setelah ‘diculik’ para pemuda. Sejarah nyaris melupakan jasanya.

***

Itulah beberapa orang dibalik keberhasilan peristiwa proklamasi kemerdekaan. Saya katakan ‘beberapa’ karena mungkin masih banyak lagi tokoh-tokoh berjasa lainnya yang belum saya ketahui dan tertulis di sini.

Dari tulisan singkat ini kita dapat membaca bahwa perjalanan hidup para penggerak proklamasi kemerdekaan sangat beragam. Ada diantara mereka yang menutup usia dengan catatan indah sebagai pahlawan nasional. Namun, tidak sedikit pula diantara mereka yang mengakhiri karir kenegarawannya sebagai bagian sejarah kelam bangsa.

Proses dan pandangan politik pasca kemerdekaan telah memisah-pisahkan jalan hidup para tokoh proklamasi. Apapun jalan akhir yang mereka tempuh, dalam suatu periode perjuangan, orang-orang tersebut pernah mencurahkan jiwa raganya untuk mewujudkan kemerdekaan bangsa ini. Kita tetap wajib menghargai apa yang telah mereka lakukan dan berikan untuk bumi pertiwi tercinta, Indonesia.  

Salam Kompasiana…

Sumber: 1 2 3 45

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun