Mohon tunggu...
Haris Fauzi
Haris Fauzi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembelajar

Penyuka Kajian Keislaman dan Humaniora || Penikmat anime One Piece.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Merasionalkan Keputusan Manusia

27 Juni 2019   05:43 Diperbarui: 27 Juni 2019   05:48 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keputusan Manusia ~ Sumber gambar: Instagram EMK

Dalam rentang satu hari, ribuan kali otak manusia mengambil berbagai keputusan. Berbagai keputusan ini hampir semua justru kita tidak menyadarinya Bahkan seringkali kita juga tidak punya alasan rasional atas berbagai keputusan yang diambil otak kita. Semua aktivitas kita adalah hasil pengambilan keputusan otak kita.

Besar kemungkinan kita tidak bisa menjelaskan alasan mengapa kita membeli semangkuk soto lamongan yang berjarak jauh dan melewati kemacetan yang luar biasa. Kita bisa mengunyah makanan tanpa kita menghitung berapa kali kunyahan dan kemudian menelannya, Hal  inipun bagian dari hasil keputusan otak kita yang tidak sepenuhnya dalam kontrol sadar. Kita bisa makan secara otomatis sambil mengobrol dan tanpa kita sadari makanan kita sudah habis.

Selama berabad-abad manusia ingin mengetahui bagaimana cara kita membuat satu keputusan. Para filsuf mencoba merumuskan berbagai teori terperinci tentang  proses pembuatan keputusan dengan mengamati perilaku manusia dari luar. Ini mungkin dikarenakan para filsuf kala itu tidak dapat meneliti otak, sehingga mereka terpaksa mendasarkan teorinya pada asumsi. Padahal asumsi tentang pembuatan keputusan itu belum pernah diuji tentang apa yang sebenarnya terjadi dalam otak manusia.

Sejak periode Yunani kuno asumsi seperti itu selalu berkutat pada tema tunggal, bahwa manusia adalah organisme yang rasional. Saat membuat keputusan, manusia sering diasumsikan menganalisa berbagai pilihan secara sadar dan menimbang kelebihan serta kekurangannya secara seksama.

Dengan kata lain, kita diasumsikan sebagai organisme yang logis dan  berhati-hati dalam bertindak. Ide sederhana ini melandasi filsafat Plato dan Descrates. 

Berangkat dari asumsi ini juga membentuk dasar ilmu ekonomi, mengarahkan berbagai riset tentang kognisi sampai abad milenium. Manusia diasumsikan bahwa ciri manusia adalah rasionalitas. Celakanya asumsi tentang rasionalitas manusia ini adalah sebuah kesalahan. Kita ambil contoh saja jikalau ada seorang pilot yang harus mengambil keputusan di saat genting, harus dilakukan dlm hitungan detik, rasionalitaskah yang berperan?

Dalam keadaan daerah pilot tidak akan sempat memikirkan berdasar penjelasan aerodinamika, keputusan diambil bukan berdasarkan sebuah rasionalitas. Lantas bagaimana proses pengambilan keputusan terjadi di otak kita?  Pertanyaan tersebut bisa dijawab dengan tepat dengan berdasarkan berbagai riset yang kredibel. 

Kita akhirnya menemukan  bahwa ternyata seleksi alam tidak merancang manusia untuk menjadi organisme rasional. Sebaliknya otak kita malah tersusun atas jaringan rumit antar bagian yang jauh lebih banyak melahirkan emosi, bukan menghasilkan sebuah rasionalitas.

Setiap kali manusia membuat keputusan, otaknya diliputi emosi didorong oleh hasrat dan keinginan  yang tidak terjelaskan secara rasional. Bahkan ketika manusia berusaha berfikir rasional dan menahan emosi, impuls  sirkuit emosinya secara diam-diam membajak keputusan tersebut. Saat Keadaan darurat justru impuls emosi di otak pilot yang menggerakkan berbagai pola aktifitas mental yang membantu keputusan mendarat dengan selamat.

Hal ini tidak berarti bahwa otak kita sudah diprogram membuat keputusan dengan baik. Intuisi bukanlah alat ajaib yang bisa menyelesaikan semua masalah. Adakalanya sebuah emosi menjerumuskan kita dan mendorong kita melakukan segala macam kesalahan yang sebetulnya bisa diprediksi. Otak manusia punya korteks untuk menalar secara rasional, tapi toh keputusan lebih sering dibajak oleh pengaruh sirkuit emosi, hal ini masih dalam batas kewajaran. 

Memang benar bahwa membuat keputusan yang baik mensyaratkan pemanfaatan semua sirkuit otak kita. Otak kecil, otak tengah, juga pada belahan otak besar kanan dan kiri kita, seluruhnya dibutuhkan untuk aktif.

Manusia selalu memandang dan memperlakukan sifat dalam dirinya begini atau begitu. Manusia dihakimi secara dikotomis sebagai rasional atau irasional. Kita meyakini statistika atau mengikuti insting kita? Sesungguhnya tidak ada solusi universal apalagi tunggal atas masalah pembuatan keputusan. 

Kehidupan  dan dunia nyata yang kita hadapi sepanjang sejarah eksistensi manusia begitu teramat kompleks.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun