Mohon tunggu...
Haris Fauzi
Haris Fauzi Mohon Tunggu... Pembelajar

Penyuka Kajian Keislaman dan Humaniora || Penikmat anime One Piece.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cak Nun dan Sengkarut Politik Oligarki

21 Februari 2019   06:52 Diperbarui: 21 Februari 2019   07:06 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik Oligarki || Sumber gambar: Twitter Bentang Pustaka.

Padahal aspek yang harus ditekankan adalaha bagaimana kontribusi kepada rakyat seharusnya menjadi faktor utama yang idealnya selalu terpatri dalam otak para pemimpin. 

Sejak ia bangun tidur sehingga tidur kembali pada malam harinya, sebuah jabatan seharusnya dipahami sebagai alat untuk menunaikan janji kampanye tidak sebagai tujuan utama. 

Seperti apapun sistem kepemimpinan yang dianut sebuah negara tergantung pada orang yang berada di lingkungan tersebut, seperti apapun sistemnya apabila orang orang yang berkumpul sudah tertanam nilai nilai luhur keikhlasan dan rasa memiliki bersama akan berpengaruh secara besar dalam keberlangsungan berputarnya sebuah roda pemerintahan. 

Sejarah mencatat bahwa pemimpin tersebut diikuti oleh pengikut yang setia dan kepemimpinan yang ia jalanaiseharusnya tidak diikuti oleh kepentingan-kepentingan tertentu kelompok partisan. 

Untuk menguak wacana kepemimpinan juga seharusnya berkaca dari dimensi sejarah. Tentu saja sebagai orang Islam, acuan utama adalah sejarah para nabi terdahulu saat memimpin kaumnya. 

Namun tragisnya, kepemimpinan saat ini tidak pernah bercermin dan belajar dari sejarah para nabi dan rasul. Pemimpin sebenarnya adalah pemimpin yang tidak berdiri sendiri, ia memiliki pengikut loyal yang juga tanpa kepentingan apapun. Rasulullah SAW memiliki beberapa sahabat yang sangat setia mendukung setiap keputusan. 

Ketika orang yang didukung sudah tidak memiliki kemungkinan untuk berkuasa lagi, maka orang-orang yang ada di belakangnya akan berpindah haluan mencari tokoh lain yang potensial untuk dimanfaatkan. 

Bisa dipahami bahwa pemimpin saat ini di mata masyarakat hanyalah posisi jabatan sementara, ketika periode berkuasa telah usai, maka kembali lagi perebutan-perebutan. 

Banyak orang berebut menjadi pemimpin karena terdapat nilai-nilai materi yang melekat, seperti fasilitas yang mengitarinya. Perebutan itu menjadikan praktik kelicikan serta suap jabatan menjadi lazim terjadi kepada pihak yang justru seharusnya mengawasi jalannya pemilihan. 

Cak Nun pernah menyampaikan dalam sebuah pertemuan di Kadipiro bahwa kalau engkau ingin membangun kehancuran masa depan, masyarakatmu, bangsa dan negerimu serta umat kekhalifahanmu, tutuplah pintu masa silam dan simpan ia di ruang hampa kegelapan sampai ke relung ketiadaan. Allah Maha Mengabarkan segala apapun yang kita lakukan. 

Hal ini secara tidak langsung mengiyakan betapa krusialnya belajar sejarah sebagai pijakan menuju masa depan. Sementara banyak orang terlanjur acuh dengan masa depannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun