Karena  sunnatullah  yang  digunakan  oleh Al-Quran adalah untuk hukum-hukum Tuhan yang  pasti  berlaku bagi  masyarakat,  sedang  takdir  mencakup  hukum-hukum kemasyarakatan  dan  hukum-hukum  alam.  Dalam  Al-Quran "sunnatullah"  terulang  sebanyak  delapan kali, "sunnatina" sekali, "sunnatul awwalin" terulang  tiga  kali;  kesemuanya mengacu  kepada  hukum-hukum  Tuhan  yang  berlaku  pada masyarakat.  Demikian sebagaimana dalam surat Fushshilat ayat : 11. Â
Manusia mempunyai kemampuan terbatas  sesuai  dengan  ukuran yang  diberikan oleh Allah kepadanya. Makhluk ini, misalnya, tidak dapat terbang. Ini merupakan salah  satu  ukuran  atau batas kemampuan yang dianugerahkan Allah kepadanya. Ia tidak mampu melampauinya,  kecuali  jika  ia  menggunakan  akalnya untuk  menciptakan  satu  alat, namun akalnya pun, mempunyai ukuran yang tidak mampu dilampaui.  Di  sisi  lain,  manusia berada  di bawah hukum-hukum Allah sehingga segala yang kita lakukan pun  tidak  terlepas  dari  hukum-hukum  yang  telah mempunyai  kadar  dan  ukuran  tertentu.
Hanya saja karena hukum tersebut cukup banyak, dan kita diberi kemampuan memilih  maka kita  dapat  memilih  yang  mana  di  antara  takdir  yang ditetapkan  Tuhan  terhadap  alam  yang  kita  pilih.  Api ditetapkan Tuhan panas dan membakar, angin dapat menimbulkan kesejukan  atau  dingin;  itu  takdir  Tuhan. Manusia boleh memilih api yang membakar atau angin yang sejuk. Di  sinilah pentingnya  pengetahuan  dan  perlunya  petunjuk Ilahi.
Anjuran untuk hidup yang mandiri, tidak hanya datang dari kisah sukses hidup nabi. Dalam berbagai tempat, ayat Alquran juga menganjurkan para hamba-Nya untuk tidak bergantung kepada siapapun selain Allah. Kalau ingin berubah, kita harus secara mandiri merubah diri kita sendiri sebagaimana dalam surat ar-Ra'd: 11.
Dalam kerangka inilah, makanya tidak ada orang yang melakukan kesalahan lantas dia dapat melepaskan diri dari  akibatnya. Sebaliknya tidak ada orang yang harus bertanggung jawab atas kesalahan yang diperbuat orang lain. Sebagimana dalam surat an-Najm: 38-40.
Manusia: Dipilihkan atau Berhak Memilih
Terkait dengan takdir maka harus dipahami bahwa pada satu sisi, manusia itu makhluk yang seperti wayang, yang hanya diberlakukan oleh dalangnya. Namun yang perlu dicatat adalah tidak semua aspek kehidupan manusia adalah dipilihkan. Ini hanya mencakup masalah kelahiran (apa, dimana, anak siapa, kapan), organ tubuh, warna kulit, ukuran tubuh, mati (apa, dimana, anak siapa, kapan) dan sejenisnya.
Namun untuk hal-hal yang menyangkut adanya resiko tanggungjawab suatu perbuatan, manusia sesungguhnya memiliki kebebasan berkehendak, seperti berbuat baik atau buruk, beriman atau musyrik, bekerja atau malas, hemat atau boros, mandiri atau bergantung, tertib atau kacau.
Tentang kebebasan berkehendak ini dapat dijumpai dalam berbagai ayat dalam Alquran. Oleh karena itu, dalam masalah-masalah yang demikian, manusia memiliki hak ikhtiar. Ada beberapa dalil yang membuktikan bahwa manusia memiliki hak ikhtiar:
Allah menyebut secara eksplisit adanya kehendak manusia (al-Baqarah: 223).
Adanya larangan dan perintah terhadap hambanya, tentu berdasarkan pertimbangan bahwa dia dapat memilih (al-Baqarah: 286).