Memperkuat harapan tersebut, silabus kaderisasi yang diharapkan menjadi epistema bagi jalan perjuangan sebagai pedoman, rujukan sekaligus peraturan organisasi maupun juklak dan juknisnya semya syarat secara genealogis bertumpu pada Gotong Royong pergerakan yang di dasari oleh Trisakti Bung Karno.
Mungkin dengan deskripsi kritis bagi kita dengan meminjam pemikiran Filsuf Perancis Michel Foucault melalui Genealoginya dan Bung Karno dengan Gotong Royong serta Trisaktinya akan mempertegas substansi dan aplikasi kurikulum kaderisasi menjadi optimal terutama bagi upaya memperkuat Ajaran Marhaenisme secara hermeunetis.
Sebagai epilog dari penjelasan saya adalah, mengapa dialektika tetap dirawat agar Trisakti kuat ? Sebab GMNI adalah Wadah Besar bagi bertemunya lintas Kepercayaan, Suku, Agama, Ras, Warna Kulit, Seni, Tradisi dan Kepulauan. GMNI merupakan miniatur Nusantara, wahana mewujudkan kader kader negarawan. Sehingga GMNI untuk membawa para eksponen eksponen nya bebas memilih parpol, profesionalisme maupun agama dan kepercayaan nya. Kader GMNI inklusif, dan GMNI merupakan komunitas aplikatif bagi penerapan Sila Sila dari Lima Sila dalam Ideologi NKRI yaitu Pancasila.
Selamat Berfikir, Selamat Berjuang bagi Kepengurusan Baru DPP GMNI hasil Konggres XXI di Ambon, semoga sikap genealogis tidak terlupakan. Maka GMNI perlu bergerak taktis, tetapi jangan meninggalkan pemikiran filosofis sebab setiap kenyataan sebagai kesempatan atau tantangan tidak bisa difahami hitam putih, salah benar, untung rugi. Kader GMNI ke depan harus mampu melakukan perubahan dengan berbekal spiritualitas Pancasila yang tidak melupakan Ajaran Marhaenisme Bung Karno, yaitu tidak kompromi dengan segala bentuk penjajahan dan mendukung kemanusiaan universal. Ikut memotivasi, terimakasih.
Haris Budi Kuncahyo, S.Ag.M.Si., Pendiri GMNI UIN Malang Tahun 1995. Sedang menempuh Program Doktor Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Muhammadiyah Malang 2019-2021.