Mohon tunggu...
Haris Budi Kuncahyo
Haris Budi Kuncahyo Mohon Tunggu... Konsultan - Spiritual, Peneliti dan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat

Mahasiswa Program Doktor Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sikap Genealogis Kader GMNI: Merawat Dialektika, Memperkuat Trisakti

12 Desember 2019   01:27 Diperbarui: 12 Desember 2019   01:33 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah selesai Konggres GMNI ke XXI di Ambon pada 3 Desember 2019 maka banyak analisa sosial budaya yang menjadi catatan publik bahwasannya GMNI sebagai OKP Penerus Ajaran Marhaenisme Bung Karno memerlukan sebuah diskursus kritis. 

Mengapa perbincangan GMNI makin menarik dan membuat penasaran banyak pihak termasuk reposisi GMNI secara aktual sebagai wahana pembentukan Kader Pejuang sekaligus Kader Pemikir atau sebaliknya Pemikir yang tidak meninggalkan komitmen sebagai Pejuang memerlukan instrumen pemikiran kritis yang berani melakukan dekonstruksi persepsi konservatif yang selama ini menganggap GMNI hanyalah besutan dari "komunitas terbatas".

Sejenak kita menonton GMNI dalam pertemuan Konggres GMNI ke XXI di Ambon telah menghasilkan kepengurusan DPP GMNI resmi secara nasional, yaitu dipimpin Ketum Imanuel Cahyadi dan Sekjen Sujahri Somar menyinggung masalah Pedoman Kurikulum Kaderisasi.

Akar yang fundamental bagi GMNI secara futuristik harus memahami bahwasannya dimasa masa mendatang Kader GMNI akan berhadapan dengan Subyek Realitas dan Obyek Realitas; Teks Peristiwa dan Tafsir Peristiwa; Sumber Diskursus dan Penafsiran dari Sumber tersebut. 

Manakala dihadapkan oleh dua pilihan tersebut, Kader GMNI tidak seyogyanya untuk menjadi konsumerasi opini, pemikiran dukungan atau penolakan bahkan apatis (menghindari konflik). 

Justru kader kader Penerus Ajaran Marhaenisme Bung Karno ini lebih pro aktif, kreatif dan melahirkan inovasi ide, pemikiran kritis serta tindakan tindakan yang sistemik, terencana dan masif untuk sebuah anggitan perubahan perubahan sosial budaya yang lebih luas. Mencakup dimensi politik, ekonomi dan kebudayaan dengan tidak melupakan kaidah kaidah kekuatan ke-Indonesiaan yang bertumpu pada Trisakti Bung Karno.

Apa itu ? Trisakti Bung Karno meliputi Pertama, Berdaulat Dalam Politik; Berdikari Dalam Ekonom;  serta Berkepribadian Dalam Budaya. Sehingga pola fikir yang selalu menapaki jejak pemikiran, fenonena pergolakan sosial politik, perdebatan dan pergeseran budaya kosmopolitan tidak serta Mert menyimpulkan dan kemudian secara kepentingan pragmatikal menempuh jalan primordialisme dan vandalisme sikap. Ini realitas yang hanya mencitrakan kader kader terjerembab dalam kubangan modernisasi peradaban.

GMNI sangat lekat dengan budaya inklusifitas dalam pikiran, sikap dan aksi baik secara konseptual maupun pergerakan yang massif. Disini peran Kader GMNI harus bangkit bergerak dengan tetap tidak melupakan Subyek Pemikir untuk jadi Obyek Perjuangan, demikian pula sebaliknya menjadi Subyek Pejuang dalam kancah Obyek dialektika pemikiran yang lebih luas.

Apa yang digagas Michel Foucault dalam pengamatannya terhadap roda dan gurita kekuasaan tidak melepaskan Teori Genealogi. Yaitu antara Subyek dan Obyek, antara Teks dan Tafsir, Nyata Sumber dan Aliran, antara Pelaku dan Penerima, antara Sutradara dan Pemain yang kemudian bila dihubungkan dengan Konggres GMNI ke XXI di Ambon tersebut adalah antara GMNI dengan Para Pengurus baru yang terpilih, antara Pengurus Lama dan Baru serta antara LPJ dan tertolaknya LPJ kepengurusan lama telah menghasilkan beberapa telaah kritis yang secara genealogis menghasilkan beberapa penafsiran kritis dan beberapa penafsiran kritis itu kembali pada GMNI sebagai penerus ajaran Marhaenisme Bung Karno yang sangat dekat pembelaan kaum lemah melalui Sosio Nasionalisme, Sosio Demokrasi Ekonomi Kerakyatan dan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dalam rumusan genealogi Presiden RI Ir. H.Soekarno, bahwasannya kita manakala menghadapi berbagai polemik, konflik dan pertentangan pendapat maupun pilihan ijtihad Perjuangan tidak melompat jauh dari yang namanya Gotong Royong.

Politik yang bermakna guna merawat dialektika dalam hal ini kewaspadaan yang signifikan terhadap potensi pertikaian nasional terhadap dugaan bahaya SARA yang makin meruncing searah tekanan Oreintalisme dan Oksidentalisme yang tidak setara serta beberapa dugaan lainnya sebagai akibat menguatnya perebutan komunitas latentif. Maka Kader GMNI harus mampu berfikir dan bertindak yang tidak mengabaikan Trisakti Bung Karno.

Memperkuat harapan tersebut, silabus kaderisasi yang diharapkan menjadi epistema bagi jalan perjuangan sebagai pedoman, rujukan sekaligus peraturan organisasi maupun juklak dan juknisnya semya syarat secara genealogis bertumpu pada Gotong Royong pergerakan yang di dasari oleh Trisakti Bung Karno.

Mungkin dengan deskripsi kritis bagi kita dengan meminjam pemikiran Filsuf Perancis Michel Foucault melalui Genealoginya dan Bung Karno dengan Gotong Royong serta Trisaktinya akan mempertegas substansi dan aplikasi kurikulum kaderisasi menjadi optimal terutama bagi upaya memperkuat Ajaran Marhaenisme secara hermeunetis.

Sebagai epilog dari penjelasan saya adalah, mengapa dialektika tetap dirawat agar Trisakti kuat ? Sebab GMNI adalah Wadah Besar bagi bertemunya lintas Kepercayaan, Suku, Agama, Ras, Warna Kulit, Seni, Tradisi dan Kepulauan. GMNI merupakan miniatur Nusantara, wahana mewujudkan kader kader negarawan. Sehingga GMNI untuk membawa para eksponen eksponen nya bebas memilih parpol, profesionalisme maupun agama dan kepercayaan nya. Kader GMNI inklusif, dan GMNI merupakan komunitas aplikatif bagi penerapan Sila Sila dari Lima Sila dalam Ideologi NKRI yaitu Pancasila.

Selamat Berfikir, Selamat Berjuang bagi Kepengurusan Baru DPP GMNI hasil Konggres XXI di Ambon, semoga sikap genealogis tidak terlupakan. Maka GMNI perlu bergerak taktis, tetapi jangan meninggalkan pemikiran filosofis sebab setiap kenyataan sebagai kesempatan atau tantangan tidak bisa difahami hitam putih, salah benar, untung rugi. Kader GMNI ke depan harus mampu melakukan perubahan dengan berbekal spiritualitas Pancasila yang tidak melupakan Ajaran Marhaenisme Bung Karno, yaitu tidak kompromi dengan segala bentuk penjajahan dan mendukung kemanusiaan universal. Ikut memotivasi, terimakasih.

Haris Budi Kuncahyo, S.Ag.M.Si., Pendiri GMNI UIN Malang Tahun 1995. Sedang menempuh Program Doktor Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Muhammadiyah Malang 2019-2021.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun