Mohon tunggu...
hariadhi
hariadhi Mohon Tunggu... Desainer - Desainer

Editor, designer, entrepreneur

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Wan Daeng yang "Zuhud", Masjid Luar Batang, dan Sepeda Motornya

27 Oktober 2018   22:16 Diperbarui: 27 Oktober 2018   22:38 890
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kirim aja 1000 kotak. Kita tunggu, tapi jangan dibagiin di luar. Banyak yang kaya gitu, bikin kesan seolah jemaah kami ga ada yang ngurusin sehingga perlu dikasihani. Masuk ke dalam, kasih ke pengurus masjidnya, mereka yang akan bagikan dengan tertib," Demikian petunjuk dari Pak Ibrahim, bukan nama sebenarnya, untuk bisa ikut berpartisipasi memberi makanan berbuka puasa di Masjid Luar Batang.

Saya kaget. 1000 kotak dari mana mau dicarinya ya? Kalau dengan skema #3lauk10ribu, kita bisa sediakan per porsi Rp 10 ribu, maka menyajikan makanan untuk 1000 orang tentu butuh uang sekitar Rp 10 juta! Tapi syukurnya berkat bantuan teman-teman relawan, dan dibantu Ibu-Ibu PKK Rusun Pulogebang, hal itu dengan mudah bisa diwujudkan kemarin. Jadilah Rp 10 juta untuk 1000 nasi kotak, ditambahkan beberapa juta lagi dari donatur untuk membantu bayarkan keringat ibu-ibu PKK tersebut. 

Beberapa diskon dari penjual ikan membuat saya bisa memberikan total 6 lauk. Meski demikian, tentu saja ada haters yang berteriak-teriak tak sopan, "Pahamlah kalau orang kaya Hariadhi demennya makan makanan anjing!" Saya ketawa, anjing apa yang dikasi makanan kotak berisi 6 lauk ya? Hahaha. 

(dok. pribadi)
(dok. pribadi)
Begitulah setelah seluruh jemaah Masjid Luar Batang menikmati nasi kotak yang nikmat tersebut. Ada dua anak yang bicara dengan bapaknya sambil makan.

"Alhamdulillah ketemu duit Rp 10.000 di saku Abang, kita sampai juga ke Masjid Luar Batang ini Malam 17 Ramadhan kan? Walaupun sampe dorong-dorong motor? Disyukuri.. Ga usah didengarkan apa kata orang."

Ia lalu menyuruh anaknya membeli minuman di luar untuk bersiap sahur. Ya berapalah paling minuman yang akan terbeli dengan uang segitu untuk bertiga. Miris, saya ajak berkenalan dan ternyata kedua anaknya istimewa karena dikenal sebagai hafidz, alias penghapal Alquran, di kalangan Masjid Luar Batang. Nama bapaknya Wan Daeng.

"Ya sudah jodoh kita ketemu di sini, " Kata Wan. Uang di saku saya cuma tersisa beberapa ratus ribu. Tapi lebih parah lagi mereka bertiga karena sebenarnya untuk uang beli bensin pulang saja tidak cukup lagi, jangankan untuk makanan sahur. Masa iya ke Jonggol mesti dorong motor tanpa henti?

(dok. pribadi)
(dok. pribadi)
"Kalian pernah makan udang?" Tanya saya. "Belum," Jawab anak-anak itu polos. "Lobster?" Mereka tambah bingung, lalu menggeleng tidak setuju. "Terus sukanya apa?" saya heran seumur-umur baru kali ini ada anak menolak makan lobster dan udang. "Kerang aja enak," Saya ketawa. "Ya boleh, sambil makan ikan biar pintar," kata saya.

Maka saya ajak mereka ke Pelelangan Ikan Muara Karang, berharap waktu imsak tidak segera masuk. Saya ajak mereka berdua kenal apa itu kekayaan laut kita yang bergizi, supaya terbuka matanya bahwa menjadi pintar bukan hanya soal kuat menghapal dan belajar, tapi makanan harus seimbang. Kadang mereka teriak hanya karena melihat besarnya ikan tongkol yang ada, mungkin tidak sekecil ikan tongkol yang biasa mereka temui di pasar-pasar.

Lalu bertemulah mereka dengan udang dan kerang di sana. Ikannya kita beli ikan tongkol. Dan sebelum pulang saya belikan lobster kecil. Lumayan hanya sekitar Rp 250 ribuan, bisa bikin anak-anak itu bahagia dengan sahurnya. Hal yang sederhana dan murah bagi kita, bisa jadi kemewahan bagi orang lain. Apa yang bagi anak-anak orang kaya menjijikkan, mengelilingi Muara Karang yang becek dan bau, bisa jadi sebuah berkah bagi luar biasa bagi anak seorang zuhud di Jonggol.

Sambil balik, saya tanya kepada Wan Daeng. Motornya mau diapakan. Ya tetap kesimpulannya didorong pulang. Saya lihat kedua anak itu, jelas ngenes kalau disuruh puasa sambil dorong motor. Maka saya ajak mereka menginap di rumah, naik mobil. Lalu motor itu diinapkan saja di tempat saya, saya carikan siapa yang mau memperbaiki jadi kinclong lagi. Walau awalnya keberatan, Wan Daeng setuju. Motor itu dibantu biaya perbaikannya oleh Mas Budi Arie Setiadi, Ketua Umum DPP Projo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun