Mohon tunggu...
Hariadhi
Hariadhi Mohon Tunggu... Desainer - Desainer

Ghostwriter, sudah membuat 5 buku berbagai Dirut BUMN dan Agency Multinasional, dua di antaranya best seller. Gaya penulisan berdialog, tak sekedar bernarasi. Traveler yang sudah mengunjungi 23 dari 34 provinsi se Indonesia. Business inquiry? WA 081808514599

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pulang... (3)

24 September 2020   05:22 Diperbarui: 24 September 2020   05:43 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto kenangan SMA Negeri 3 Bandung, diupload dengan seizin Kang Soni


"Oh ya! Sekali! Pernah saya bolos sekali doang seumur-umur di SMA 3. Dan saya merasa menyesal banget abis itu. Hahahaha!" Jawabnya riang. "Waktu bolos itu kan kemudian kabur ke tongkrongan. Nah saya bingung, ini ngapain sih bolos. Kaya ga ada kerjaan aja!"


"Akhirnya ya saya balik lagi deh ke kelas," sambungnya lagi. "Ditanya sama gurunya, 'ke mana aja kamu kok ngilang?' Saya jawab, 'Beli pensil! Hahahaha...'"


Memang rata-rata anak SMA Negeri 3 Bandung kelakuannya cukup tertib dan disiplin. Tawuran saja hampir tidak pernah. Namun bukan berarti kenakalan masa remaja tidak ada. Rasanya lumrah kalau murid terpintar di sini sekalipun kadang-kadang memutuskan bolos atau melakukan pelanggaran lainnya. Saya juga begitu. Justru saat kumpul-kumpul sesama alumni itulah cerita-cerita kenakalan itu menjadi pemancing tawa dan obrolan.


"Saya bersyukur bisa lulus ITB dan kemudian berkarir di penelitian astronomi. Kerja di Bosscha selama beberapa tahun," kenang Kang Hadi. "Ga jelek-jelek amat, saya sempat diundang ke Chile. Di sana ada salah satu pusat pengamatan astronomi terbesar di dunia, La Silla.
"Namun jalan hidup kemudian mengarahkan saya terjun di bidang kemanusiaan. Waktu itu ditawari oleh mertua meneruskan di SOS Kinderdorf. Membujuknya halus sekali, sehingga saya tidak bisa bilang tidak. Memang panggilannya di situ."


SOS Kinderdorf kini bernama SOS Children's Villages. Di Indonesia, mereka berhasil mengembangkan sekira 8 kampung ramah anak dan merawat ribuan anak-anak yang kehilangan kasih orangtuanya.


"Ya kadang ada saja yang curiga dan mengira ini aksi penyebaran agama. Padahal pengurusnya banyak sekali yang muslim." Terang Kang Hadi. "Padahal kita juga bangun kampung di daerah mayoritas muslim juga, kok! Bahkan di Aceh saya yang wanti-wanti supaya kampungnya patuh, ikuti syariat Islam." Saya coba cek di Google dan Wikipedia, memang SOS Children's Village tidak berafiliasi dengan pandangan politik manapun, tidak bergantung kepada pemerintah manapun, dan juga tidak berhubungan dengan penyebaran agama tertentu. Lembaga ini beroperasi sangat independen.


Lab Kimia SMA Negeri 3 Bandung. dokpri
Lab Kimia SMA Negeri 3 Bandung. dokpri

Menurut Kang Hadi, justru di organisasi inilah dia belajar tidak mengotak-ngotakkan orang dan mendiskriminasi kesempatan mengabdi berdasarkan agama. "Buat saya, selagi dia mampu dan punya kualifikasi, kenapa tidak? Mau agamanya sama atau tidak, saya tidak peduli."


Hidup dengan berbagai kesulitan dan tangangan tampaknya yang membentuk karakter tokoh kemanusiaan yang satu ini menjadi begitu menjunjung integritas. Selain disiplin dalam kehidupan sehari-hari, bahkan hal terkecil sekalipun, ia juga dipercaya sampai jabatan tertinggi untuk SOS Children's Village di negara ini, yaitu sebagai National Director.


"Kuncinya itu be humble, mau diawasi oleh yang lebih muda sekalipun. Sekarang ini walau sudah jadi National Director, junior saya pun sekarang saya minta berada di posisi pengawasan, memperhatikan dan mengkritisi di mana kesalahan saya. Hanya dengan seperti itu maka kita akan takut berlaku curang. Malu dong, masa ditegur sama anak didik sendiri. Hahaha..." Katanya menutup diskusi saat makan siang itu.


Banyak hal yang saya pelajari dari seorang tokoh bernama Kang Greg Hadi Nitihardjo ini, begitu membuat perjalanan "Pulang" saya ke SMA Negeri 3 Bandung jadi begitu berharga, setelah 18 tahun saya berjalan ke pelosok-pelosok nusantara.


Sementara menulis cerita ini, video wawancara antara Kang Hadi dan Aqmal mengenai Tahu Bi Tata meledak di group FB Alumni SMA 3 Bandung. Banyak yang berteriak betapa rindunya mereka dengan kenangan mencicipi Tahu Bi Tata. Dari Teh Deby, saya mendengar kalau pesanan dari Grab Food terpaksa tutup sementara kebanjiran. Saya coba konfirmasi ke Kang Aqmal. "Alhamdulillah pak... agak sedikit naik yang belinya hehehe." jawabnya riang di Whatsapp. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun