Bukan pula larangan makan babi guling yang terkenal enak dan ada di seantero negeri itu. Bukan pula melarang orang-orang Bali memiliki Pura sebanyak yang mereka inginkan. Sema sekali bukan itu.
Mungkin kita perlu sedikit eufimisme menjadi Wisata Muslim Friendly, maka barulah pikiran masing-masing bisa terbuka. Ya mau bagaimana lagi, kita senang berdebat di wilayah kulit, bukan isinya. Makanya mendengar istilahnya kontroversial sedikit, langsung meradang. Padahal ada atau tidak wisata muslim friendly ini, hidup masing-masing sebenarnya tidak akan terpengaruh, ya lah yang menikmati kan para turis itu, untuk kenyamanan dan cerita yang akan mereka bawa kembali saat pulang.
Yang hendak dibangun, contohnya, adalah akses terhadap tempat beribadah dan toilet yang bisa memenuhi tuntutan syariat bagi pemeluk Islam.
Tentu ini rasanya manusiawi, karena akses terhadap ibadah dan buang air adalah hal yang diinginkan pelancong di manapun di dunia ini.
Turis-turis "kafir" sekalipun akan minta toilet yang memenuhi standar mereka, yang tentunya berbeda dengan standar kebersihannya turis muslim.
Tapi dua-duanya sama-sama keinginannya dipenuhi, dan sama-sama menjadi input positif bagi penyelenggara pariwisata.
Bagi muslim, memiliki tempat beribadah bukan berarti harus dalam bentuk mesjid besar, yang mungkin dikhawatirkan akan berisik dan mengganggu orang Bali yang memang terkenal damai dan tenang. Ada akses Musala di pusat perbelanjaan dan makanan pun rasanya cukup.
Pun demikian dengan toilet. Hanya butuh sedikit penyesuaian agar yang butuh bebersih dengan air, bukan tisu, seperti banyak toilet di tempat wisata, sedikit mendesak. Saya pun saat buang air lebih memilih membersihkan diri dengan air, sekering dan semewah apapun toiletnya.
Untuk petunjuk di mana saja makanan halal, juga seperti kebutuhan yang ada di Toba, mungkin juga dibutuhkan. Walaupun tidak seurgent Toba, sebab terakhir saya berkunjung ke sana, makanan ala Bali yang halal dan tidak halal lebih mudah dibedakan.
Sosialisasi atas konsep wisata halal tampaknya sangat dibutuhkan, karena banyak sekali salah pengertian dan rasa curiga berlebihan yang mengelilingi konsep ini.
Padahal kenyataannya, turis dari negara-negara muslim memang banyak memenuhi tempat wisata di Indonesia.