Mohon tunggu...
Hariadhi
Hariadhi Mohon Tunggu... Desainer - Desainer

Ghostwriter, sudah membuat 5 buku berbagai Dirut BUMN dan Agency Multinasional, dua di antaranya best seller. Gaya penulisan berdialog, tak sekedar bernarasi. Traveler yang sudah mengunjungi 23 dari 34 provinsi se Indonesia. Business inquiry? WA 081808514599

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Wisata Halal yang (Lagi-lagi) Disalahpahami Bersama

9 November 2019   14:17 Diperbarui: 9 November 2019   19:06 999
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Komik buatan sendiri

Bukan pula larangan makan babi guling yang terkenal enak dan ada di seantero negeri itu. Bukan pula melarang orang-orang Bali memiliki Pura sebanyak yang mereka inginkan. Sema sekali bukan itu.

Mungkin kita perlu sedikit eufimisme menjadi Wisata Muslim Friendly, maka barulah pikiran masing-masing bisa terbuka. Ya mau bagaimana lagi, kita senang berdebat di wilayah kulit, bukan isinya. Makanya mendengar istilahnya kontroversial sedikit, langsung meradang. Padahal ada atau tidak wisata muslim friendly ini, hidup masing-masing sebenarnya tidak akan terpengaruh, ya lah yang menikmati kan para turis itu, untuk kenyamanan dan cerita yang akan mereka bawa kembali saat pulang.

Yang hendak dibangun, contohnya, adalah akses terhadap tempat beribadah dan toilet yang bisa memenuhi tuntutan syariat bagi pemeluk Islam.

Tentu ini rasanya manusiawi, karena akses terhadap ibadah dan buang air adalah hal yang diinginkan pelancong di manapun di dunia ini.

Turis-turis "kafir" sekalipun akan minta toilet yang memenuhi standar mereka, yang tentunya berbeda dengan standar kebersihannya turis muslim.

Tapi dua-duanya sama-sama keinginannya dipenuhi, dan sama-sama menjadi input positif bagi penyelenggara pariwisata.

Bagi muslim, memiliki tempat beribadah bukan berarti harus dalam bentuk mesjid besar, yang mungkin dikhawatirkan akan berisik dan mengganggu orang Bali yang memang terkenal damai dan tenang. Ada akses Musala di pusat perbelanjaan dan makanan pun rasanya cukup.

Pun demikian dengan toilet. Hanya butuh sedikit penyesuaian agar yang butuh bebersih dengan air, bukan tisu, seperti banyak toilet di tempat wisata, sedikit mendesak. Saya pun saat buang air lebih memilih membersihkan diri dengan air, sekering dan semewah apapun toiletnya.

Untuk petunjuk di mana saja makanan halal, juga seperti kebutuhan yang ada di Toba, mungkin juga dibutuhkan. Walaupun tidak seurgent Toba, sebab terakhir saya berkunjung ke sana, makanan ala Bali yang halal dan tidak halal lebih mudah dibedakan.

Sosialisasi atas konsep wisata halal tampaknya sangat dibutuhkan, karena banyak sekali salah pengertian dan rasa curiga berlebihan yang mengelilingi konsep ini.

Padahal kenyataannya, turis dari negara-negara muslim memang banyak memenuhi tempat wisata di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun