Mohon tunggu...
Hariadhi
Hariadhi Mohon Tunggu... Desainer - Desainer

Ghostwriter, sudah membuat 5 buku berbagai Dirut BUMN dan Agency Multinasional, dua di antaranya best seller. Gaya penulisan berdialog, tak sekedar bernarasi. Traveler yang sudah mengunjungi 23 dari 34 provinsi se Indonesia. Business inquiry? WA 081808514599

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Wisata Halal yang (Lagi-lagi) Disalahpahami Bersama

9 November 2019   14:17 Diperbarui: 9 November 2019   19:06 999
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Komik buatan sendiri

Baru beberapa bulan lalu saya membahas soal wisata halal. Waktu itu semburan amarah dari netizen maha julid langsung menghantam tanpa peduli apa yang sebenarnya saya usulkan, yaitu semacam peta atau layar interaksi untuk menunjukkan di mana saja makanan halal (bukan hanya restonya saja ya, tapi spesifik makanan per makanan) bisa ditemukan.

Alas, sialnya banyak orang sudah ambil kesimpulan dulu kalau yang saya usulkan adalah dukungan terhadap transformasi Danau Toba menjadi tempat yang sama sekali tidak boleh menyajikan babi.

Jadilah saya dimaki-maki tanpa memperhatikan substansi. Pokoknya Hariadhi itu rasis dan mau merusak kesenangan kita makan kerbau kaki pendek, begitulah kura-kura.

Padahal yang saya minta sama sekali tidak ada hubungannya dengan melarang orang makan apapun yang mereka mau.

Saya mengusulkan ya karena sudah pernah mencoba sendiri nyetir dan menikmati Danau Toba beberapa kali.

Memang cukup menyulitkan menemukan masakan khas Sumatera Utara yang bisa terjamin halal di sana, terutama di beberapa titik.

Saya tentu ingin makan ikan Arsik, mi gomak, pagit-pagit, atau masakan Sumatera apapun yang bisa dijamin bebas dari stigma campuran minyak babi.

Ini tentu tidak bisa selesai begitu saja dengan menyediakan Rumah Makan Padang di sekitar Toba, karena bukan masakan Sumatera Barat yang saya cari kalau main-main ke Danau Toba.

Dan tentu saya mendukung demokrasi, terutama demokrasi masalah perut. Karena makan apapun yang disukai adalah hak setiap orang yang tidak boleh dilarang-larang.

Kini keributan serupa mulai lagi menjalar dan membakar setiap orang. Gara-gara usul serupa kembali dimunculkan oleh Menteri Pariwisata Wishnutama dan Wamennya, Angela Tanoesoedibjo, yang baru saja dilantik di posisi masing-masing.

Wisata halal yang diusulkan bukanlah melarang penganut agama dan/atau budaya Hindu dan Buddha di Bali dalam menjalankan kepercayaannya.

Bukan pula larangan makan babi guling yang terkenal enak dan ada di seantero negeri itu. Bukan pula melarang orang-orang Bali memiliki Pura sebanyak yang mereka inginkan. Sema sekali bukan itu.

Mungkin kita perlu sedikit eufimisme menjadi Wisata Muslim Friendly, maka barulah pikiran masing-masing bisa terbuka. Ya mau bagaimana lagi, kita senang berdebat di wilayah kulit, bukan isinya. Makanya mendengar istilahnya kontroversial sedikit, langsung meradang. Padahal ada atau tidak wisata muslim friendly ini, hidup masing-masing sebenarnya tidak akan terpengaruh, ya lah yang menikmati kan para turis itu, untuk kenyamanan dan cerita yang akan mereka bawa kembali saat pulang.

Yang hendak dibangun, contohnya, adalah akses terhadap tempat beribadah dan toilet yang bisa memenuhi tuntutan syariat bagi pemeluk Islam.

Tentu ini rasanya manusiawi, karena akses terhadap ibadah dan buang air adalah hal yang diinginkan pelancong di manapun di dunia ini.

Turis-turis "kafir" sekalipun akan minta toilet yang memenuhi standar mereka, yang tentunya berbeda dengan standar kebersihannya turis muslim.

Tapi dua-duanya sama-sama keinginannya dipenuhi, dan sama-sama menjadi input positif bagi penyelenggara pariwisata.

Bagi muslim, memiliki tempat beribadah bukan berarti harus dalam bentuk mesjid besar, yang mungkin dikhawatirkan akan berisik dan mengganggu orang Bali yang memang terkenal damai dan tenang. Ada akses Musala di pusat perbelanjaan dan makanan pun rasanya cukup.

Pun demikian dengan toilet. Hanya butuh sedikit penyesuaian agar yang butuh bebersih dengan air, bukan tisu, seperti banyak toilet di tempat wisata, sedikit mendesak. Saya pun saat buang air lebih memilih membersihkan diri dengan air, sekering dan semewah apapun toiletnya.

Untuk petunjuk di mana saja makanan halal, juga seperti kebutuhan yang ada di Toba, mungkin juga dibutuhkan. Walaupun tidak seurgent Toba, sebab terakhir saya berkunjung ke sana, makanan ala Bali yang halal dan tidak halal lebih mudah dibedakan.

Sosialisasi atas konsep wisata halal tampaknya sangat dibutuhkan, karena banyak sekali salah pengertian dan rasa curiga berlebihan yang mengelilingi konsep ini.

Padahal kenyataannya, turis dari negara-negara muslim memang banyak memenuhi tempat wisata di Indonesia.

Jika kita bisa memenuhi apa yang mereka butuhkan, tentu akan memacu mereka untuk semakin membelanjakan dollarnya dan malah menguntungkan bagi warga sekitar, entah itu Bali, Toraja, Toba, Papua, dan lainnya.

Wisata halal adalah cara kita berstrategi, bagaimana caranya dunia wisata kita semakin dipenuhi pelancong, dan kita bisa menarik keuntungan makin besar.

Seperti yang pernah ditanyakan seorang teman saya, "Kalau wisata halal dikembangkan, lalu bagaimana kalau kita yang non muslim minta supaya ada wisata haram juga di daerah mayoritas muslim?"

Buat saya sendiri tidak ada masalah dengan itu, jika maksud dari wisata haram ini adalah penyediaan alkohol atau makanan yang tidak halal.

Boleh saja di daerah mayoritas muslim yang memang khusus untuk kawasan wisata, dibuat spot terpisah yang isinya bar dan karaoke yang menyediakan makanan dan minuman tidak halal.

Tentunya dengan pengawasan KTP agar yang di bawah umur tidak masuk dan salah guna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun