Mohon tunggu...
Hariadhi
Hariadhi Mohon Tunggu... Desainer - Desainer

Ghostwriter, sudah membuat 5 buku berbagai Dirut BUMN dan Agency Multinasional, dua di antaranya best seller. Gaya penulisan berdialog, tak sekedar bernarasi. Traveler yang sudah mengunjungi 23 dari 34 provinsi se Indonesia. Business inquiry? WA 081808514599

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menikmati Penyeberangan ke Baubau di Tengah Prahara

22 Oktober 2019   03:01 Diperbarui: 22 Oktober 2019   03:20 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Orang di sebelah saya langsung terlonjak dan langsung menunjuk bagian lain kapal yang cukup jauh. Padahal tadi saya bertanya orang-orang ini melengos saja.

"Singkirkan! Ko punya barang pegang sendiri-sendiri! Jangan ganggu orang!"

Nadanya mirip ngajak berantem. Tapi ya tampaknya begitulah cara bicara yang proper untuk bisa menarik perhatian lawan bicara di Kendari ini. Buktinya dalam sekejap tempat sandaran kaki kami bersih dari barang apapun.

Dia lalu tersenyum kepada saya, mukanya jenaka seolah ingin menertawakan, "Tuh kaya begini di sini kalau ngomong. Jangan cemen kaya elo." Hahaha. Problem selesai, kami bisa duduk dengan nyaman sepanjang perjalanan. Saya juga tersenyum dan berterima kasih kepadanya. Sisanya saya tertidur.


Di tengah jalan, perut mulai lapar. Saya buka jajanan tadi. Ternyata yang namanya lapa-lapa itu semacam lontong panjang yang diaduk dengan santan saat pembuatannya. Sehingga jadi gurih. Mirip ketupat ketan di Sumatera. Namun bulir berasnya halus dan lembut sekali sehingga padat seperti lontong di Jawa. Rasa beras ketannya juga manis seperti beras di Jawa.

Lapa-Lapa, Dokpri
Lapa-Lapa, Dokpri
Lalu berikutnya saya coba buras yang sedikit lebih besar dan dibungkus daun pisang, beda dengan lapa-papa yang tampaknya dibungkus daun kelapa. Rasa buras jauh lebih mirip lontong di Jawa, minus lauknya. "Nanti dimakan sama cabe, sedap!" Saya teringat pesan ibu penjualnya tadi saat saya terburu-buru membawa bungkusan yang sudah disisipkan cabe rawit di dalamnya.

Buras, Dokpri
Buras, Dokpri
Nah beda lagi dengan gogos. Ini adalah lemang yang dibakar dalam daun pisang dan batang bambu hingga daun pisangnya kehitaman. Tapi beda dengan lemang biasa, yang digunakan dalam gogos yang saya beli ini adalah ketan hitam. Rasanya jadi lebih kuat dan harum!

Gogos, dokpri
Gogos, dokpri
Masih penasaran, saya pindah lagi ke kambeve. Benar saja, ini nikmat sekali, karena bau jagungnya yang harum dengan adonan lengket ala lepet membuat mulut saya tidak behenti mengunyah. Nikmat!

Gogos, Dokpri
Gogos, Dokpri
Masih ada lagi dua kue yang juga saya sempatkan beli, yaitu teripan dan danggo-danggo. Tapi tidak terlalu istimewa, karena sebenarnya teripan mirip sekali dengan godok atau gemblong di Jakarta. Sementara danggo-danggo bulatan dari kacang hijau, mirip gandasturi di Jawa, namun mayoritas bahannya adalah kacang hijaunya.

Danggo-Danggo, dokpri
Danggo-Danggo, dokpri
Puas menikmati kuliner di sepanjang perjalanan ke Kendari hingga Baubau, saya tertidur di sepanjang perjalanan. Hingga akhirnya saya dibangunkan oleh anak buah kapal saat seisi kapal hampir sepi. Saya periksa isi tas, aman.. tidak ada barang hilang walau kapal ini sempat crowded. Kemudian saya minta izin untuk ke atas memotret kamar VIP yang mewah sekali. Kursinya bisa didandarkan turun untuk penumpang yang ingin tidur. Selain itu kursinya juga lebih sedikit sehingga terasa lapang. ACnya dingin dan TV nya layar lebar, beda dengan kursi kelas eksekutif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun