Mohon tunggu...
Hariadhi
Hariadhi Mohon Tunggu... Desainer

Ghostwriter, sudah membuat 5 buku berbagai Dirut BUMN dan Agency Multinasional, dua di antaranya best seller. Gaya penulisan berdialog, tak sekedar bernarasi. Traveler yang sudah mengunjungi 23 dari 34 provinsi se Indonesia. Business inquiry? WA 081808514599

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Memori Wisata Kuliner di Jalur Puncak hingga Indahnya Potensi Alam Waduk Cirata

25 Agustus 2019   11:48 Diperbarui: 25 Agustus 2019   14:59 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terasa beda sekali beda tahu yang digunakan dibanding kupat tahu yang saya makan di Pangandaran. Di sini ketupatnya jauh lebih lembut dan manis, sementara tahunya tidak garing dan renyah seperti di Pangandaran.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Selesai makan kupat, saya bertanya ke mana harus meneruskan perjalanan. "Naik aja angkot yang merah ke arah terminal, nanti tanya lagi aja ke arah Jangari, kalau ga salah yang biru," ibu penjaga warung menyarankan. Ia lalu menambahkan kalau jaraknya sekitar 2 kilometer dari tugu. 

Dan karena ingin santai berolahraga menikmati suasana Cianjur, saya memilih jalan kaki saja. Toh jalannya turunan, jadi tidak perlu banyak berkeringat. Udara Cianjur juga cukup sejuk.

Sesampai di pasar dekat terminal, saya celingukan mencari tempat makan siang. Alhamdulillah bertemu kafe yang menyediakan bakakak ayam di bawah jembatan penyeberangan. 

Ayam bakakak sebenarnya ayam panggang yang biasa kita temui di banyak rumah makan, namun bumbunya agak pedas dan wangi. Tampaknya ditambah kencur. Begitu pun sambelnya, pedas karena cabe yang digunakan mentah dan juga ada selayang bau kencur.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Karena tidak menyangka ayamnya begitu besar, satu ekor, maka saya lupa mengingatkan kalau saya hanya perlu makan sepotong kecil saja. 

Tersajilah seekor utuh bakakak ayam, dengan harga Rp 50.000. Sebenarnya ini tidak mahal-mahal amat karena bisa dinikmati 6-7 orang.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Usai makan siang, saya melanjutkan jalan ke terminal dan melanjutkan dengan angkot, "Bisa yang warna hijau atau biru muda," Kata salah seorang timer di sana. Saya lebih memilih yang hijau saja karena tidak terburu-buru. Sekalian menikmati jalan dan berpindah-pindah alat transportasi. 

Dalam setengah jam, angkot sampai di Jembatan Cisokan dengan ongkosRp 7.000. Haus, saya mendatangi warung setempat dan sekaligus bertanya angkot berikutnya ke Waduk Cirata. 

"Naik saja yang hijau putih. Kalau ojek agak jarang di sini." Kata salah seorang penjual cireng. Maka saya melanjutkan perjalanan lebih jauh lagi ke dalam, tepatnya Desa Jangari dengan ongkos sama, Rp 7.000.

Dan akhirnya setelah 45 menit perjalanan, saya sampai juga di Waduk Cirata. Alhamdulillah...pikir saya. Pukul 3:00 sore saya masih punya kesempatan berkeliling mencari spot terbaik untuk mengambil foto sunset.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun