Mohon tunggu...
Hariadhi
Hariadhi Mohon Tunggu... Desainer - Desainer

Ghostwriter, sudah membuat 5 buku berbagai Dirut BUMN dan Agency Multinasional, dua di antaranya best seller. Gaya penulisan berdialog, tak sekedar bernarasi. Traveler yang sudah mengunjungi 23 dari 34 provinsi se Indonesia. Business inquiry? WA 081808514599

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menyapa Tuan Max Havelaar di Rangkasbitung

21 Agustus 2019   08:27 Diperbarui: 21 Agustus 2019   16:38 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Katanya bokek... Kok ngajak jalan lagi" ejek Tommy Bernadus sambil tertawa-tawa saat saya mengajaknya main ke Banten. Beberapa waktu lalu saya memang curcol ke dia kalau ga punya duit. "Lah,Cuma modal tiket KRL, apa susahnya Tom." Saya tertawa-tawa. "Ya udah tungguin ya, siap-siap baju dulu." Katanya. 

Pagi itu, sekitar pukul 05:00 kami bergerak ke Stasiun Tanah Abang. Naik Go Car adalah opsi paling mahal sepanjang perjalanan kami seharian ini. Tiket kereta ke Rangkasbitung hanya Rp 8.000. Murah sekali untuk sebuah jalan-jalan demi pelarian dari rasa suntuk bekerja di ibukota.

Dokpri
Dokpri
"Keren ya sekarang, Stasiun Tanah Abangnya?" Seru saya takjub. Beberapa kali jalan kaki kami ke peron terhenti karena dapat spot berfoto-foto yang bagus sekali. Stasiun-stasiun milik KAI memang sekarang banyak yang jadi bagus dan tertata. Mirip stasiun di luar negeri.

Dokpri
Dokpri
Hanya menunggu 15 menit KRL bergerak ke arah stasiun sepanjang Jakarta Barat dan kemudian masuk ke Provinsi Banten. Ujungnya adalah Rangkasbitung. 

Sayangnya karena sudah kecapean karena kemarin mengurusi pertemuan Inovator 4.0 Indonesia, antara pak Jokowi dan Mas Budiman Sudjatmiko dan kawan-kawan, saya jadi tidak tidur seharian. Dan akhirnya karena ayunan nyaman dari KRL, mata saya tiba-tiba jadi berat dan tidak bangun lagi sampai diteriaki Tommy.

Dokpri
Dokpri
"Udah Rangkas, bangun!"

Dengan kecepatan dan kenyamanannya, KRL mengantarkan kami hingga stasiun terakhir di Rangkasbitung, disambut tukang ojek dan becak. 

Stasiun ini, walaupun penampilannya juga bagus, namun di sekelilingnya masih banyak mangkal tukang ojek dan becak yang berebut menawarkan jasanya. Lagipula tepat di samping stasiun ini ada pasar.

Dokpri
Dokpri
"Ga usah Kang, makasih," Kata saya sambil terus berjalan mengajak Tommy mencari sarapan. Dan akhirnya kami menemui pedangang jajanan di bagian tengah pasar. 

"Kue pasung, mau?" seorang Ibu menawarkan. Tentu saja karena sudah lapar, maka saya meminta dibungkuskan masing-masing sepasang kue yang nikmat. "Ada yang aneh-aneh ga Bu, jualannya?" Si Ibu mengerinyit. "Aneh gimana maksudnya?" Ia bertanya. "Yang kira-kira jarang di Jakarta.

Dokpri
Dokpri
"Ohhh.. cobain ini pepes belut," Katanya coba meyakinkan. "Beneran belut?" Tanya saya heran. Sebab biasanya pepes di Jakarta hanya ada ayam, ikan, tahu, atau jamur. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun