Mohon tunggu...
Hariadhi
Hariadhi Mohon Tunggu... Desainer - Desainer

Ghostwriter, sudah membuat 5 buku berbagai Dirut BUMN dan Agency Multinasional, dua di antaranya best seller. Gaya penulisan berdialog, tak sekedar bernarasi. Traveler yang sudah mengunjungi 23 dari 34 provinsi se Indonesia. Business inquiry? WA 081808514599

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Murah-Meriah Mengunjungi Kampung Bu Susi

11 Agustus 2019   23:08 Diperbarui: 12 Agustus 2019   00:13 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi
Satenya memang kecil-kecil. Tapi tidak kalah dengan sate di restoran mahal. Dan harganya pun bersahabat di kantong. Rp 18 ribu sudah termasuk minuman. Seimbang dengan rasanya yang enak sekali.

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi
Tak lama berkeliling Banjar, saya sudah harus mengejar bus berikutnya ke Pangandaran. Soalnya kalau telat, bisa-bisa saya harus menginap, yang berarti pengeluaran tambahan yang tak perlu.

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi
Iseng saya cek, ternyata kota sekecil Banjar pun ada gojeknya. Maka saya pun memesan sambil menunggu di sebuah kafe bernama Myu,  yang letaknya agak masuk ke dalam. Awalnya saya meremehkan karena selintas seperti kafe-kafe tidak serius. 

Namun setelah masuk dan duduk, baru saya sadar interiornya digarap sangat serius. Cocok buat nongkrong. Rasa kopinya? Saya baru menikmati segelas Cappucino dingin, tapi ya okelah. Ga mengecewakan. Tapi saya tetap lebih tertarik dengan interiornya yang bagus.

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi
Lima menit di Caf, driver Gojek sudah menjemput. Saya pun melanjutkan perjalanan ke Pangandaran dengan bus kecil. Harganya Cuma Rp 30 ribu. Dan setengah mengantuk dengan tidur-tidur ayam, sesekali memegang erat tas berisi laptop, karena tidak yakin dengan keamanannya, akhirnya saya sampai ke Pangandaran malam hari.

Karena malam nyaris tidak kelihatan apa-apa, maka saya mencoba Tutug Oncom. Masakan ini khas Sunda. "Itu nasi biasa atau uduk ditaburin oncom, terus ada ikan asin kecil di atasnya," Kata Bu Linda, pemilik warung tutug oncom dan nasi liwet, tepat di depan Rumah Makan Padang Tuah Sakato.

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi
"Enak Bu," Sahut saya saat mencoba. Bu Linda dan suaminya tersenyum, lalu menawarkan lagi puding leci untuk pencuci mulut. Tentu saja saya tidak menyia-nyiakannya.

Sehabis makan nasi tutug oncom yang murah -meriah, saya melanjutkan perjalanan ke arah barat, menuju Pantai Timur Pangandaran, sekalian duduk-duduk hingga pagi hari menanti Sunset. Terus terang walaupun mata merah perih, namun saya kesulitan untuk memaksakan diri tidur karena sudah pulas di bus yang nyaman tadi.

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi
Berkeliling sebentar di Pantai Barat, saya menyempatkan diri berfoto di Patung Ikan di Taman Sunset Pantai Pangandaran. Lumayan untuk ngetes Oppo F11 Pro, saya pikir. Ternyata sesuai dengan klaim. Foto-foto malam hari dengan smartphone ini sangat bagus dan tajam. 

Tidak terlihat bintik atau pecah seperti biasanya kalau kita set ISO tinggi di malam hari.  Bosan berfoto, saya ajak ngobrol beberapa orang di sana, mulai dari penjaga kantin hotel, security, hingga tukang ojek.

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi
"Kalau mau nunggu di Pantai Timur, nanti menjelang pagi banyak nelayan berlabuh dan pukul 6:30 mereka balik nawarin ikan di sini, boleh masak di rumah makan sekitar, dibayar kiloan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun