Memegang Prinsip dalam Perantauan
Dalam perantauan, seseorang akan menjumpai banyak karakter. Maka memegang prinsip adalah hal utama. Jangan mudah terbawa arus pergaulan yang tidak sehat. Dan tetap menghargai perbedaan.Â
Salah satu contoh keteguhan hati seseorang yang merantau karena ingin memuaskan dahaganya terhadap ilmu adalah Imam Syafi'i. Beliau adalah ahli fikih terkemuka pada zamannya. Beberapa kitab karyanya antara lain Kitab Al-Hujjah, Al-Umm, Ar-Risalah.
Ayahnya meninggal saat beliau masih kecil. Fatimah al-Azdiy, ibunya, merelakan sang anak yang masih berusia 14 tahun untuk merantau menuntut ilmu. Ibundanya memahami gelora semangat di hati anaknya. Ia merantau ke Makkah, Madinah, Yaman, Baghdad, dan Mesir.
Menurut catatan sejarah, demi bisa menguasai bahasa dan sastra Arab, ia belajar langsung pada Bani Huzail yang tinggal di pedesaan. Mereka adalah sebuah suku bangsa Arab yang dikenal sebagai penutur paling fasih berbahasa Arab.
Nasehat Imam Syafi'i bagi Perantau
Imam Syafi'i menuliskan nasehatnya bagi para pencari ilmu yang diabadikan dalam bait-bait syair. Berikut beberapa diantaranya:
Air akan rusak karena diam, menggenang keruh. Jika mengalir akan jernih.
Bijih emas tak ada bedanya tanah biasa. Ia bernilai emas murni jika memisahkan diri (ditambang).
Kayu gaharu tak ubahnya kayu biasa. Jika keluar hutan, ia menjadi parfum yang tinggi nilainya.
Merantau adalah proses menuju pendewasaan diri. Waktu yang dilalui merupakan optimisme yang sungguh luar biasa. Jerih payah saat belajar akan dibayar dengan harapan yang tercapai. Menahan rindu yang membuncah akan dibalas kebahagiaan orang tua saat melihat anaknya telah menggenggam kesuksesan.