Mohon tunggu...
Advokat Hardy Christianto. SH
Advokat Hardy Christianto. SH Mohon Tunggu... Advokat dan Konsultan Hukum

Biografi Pendidikan: 1. Strata 1 Jurusan Hukum Pidana di Trisakti University (2006-2010) 2. Penyumpahan Advokat di Pengadilan Tinggi Jakarta melalui Organisasi PERADI (2015)

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Tinjauan Yuridis dan Filosofis RUU Keamanan dan Ketahanan Siber

10 Oktober 2025   20:07 Diperbarui: 10 Oktober 2025   20:07 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

4) Penggunaan perangkat elektronik untuk mengirimkan pesan yang sama secara bertubi-tubi tanpa dikehendaki oleh penerimanya (spam); dan 

5) Penyebaran informasi yang sesungguhnya tidak benar tetapi dibuat seolah-olah benar adanya (pemberitaan palsu/hoax).

Penjatuhan sanksi bagi pelanggar RUU Siber sebaiknya berorientasi pada pemberdayaan masyarakat karena pelanggaran hukum siber tidak serta merta sama dengan pelaku kriminal. Oleh karena itu baik korban ataupun pelaku bisa menerima sanksi dan sanksi tersebut diharapkan dapat memberikan kemanfaatan bagi orang banyak.  

B. Kekhawatiran Masyarakat Sipil Terhadap RUU KKS.

Senada dengan Booming nya pembahasan draft RUU KKS ini, koalisi masyarakat sipil menanggapi beberapa kekhawatirannya terhadap rencana diutamakannya pengesahan RUU KKS pada prolegnas tahun 2026. Salah satunya terhadap pasal 56 Ayat (1) Huruf d, menyebutkan bahwa TNI bisa melakukan penyidikan tindak pidana di bidang keamanan dan ketahanan siber. 

Pasal 56 Ayat 1 Huruf d dan lampirannya memang tak menyebut detail soal di ranah mana TNI dapat melakukan penyidikan tindak pidana di bidang keamanan dan ketahanan siber. Sehingga publik berhak menuntut penjelasan lebih lanjut terkait hal ini.

Pasal 56 Ayat 2 justru menekankan bahwa penyidik, termasuk TNI, berhak melakukan kerja-kerja mulai dari meminta kepada penyelenggara infrastruktur informasi untuk memutus akses secara sementara akun media sosial, rekening bank, uang elektronik, sampai aset digital dari terduga pelaku pelanggar keamanan dan ketahanan siber.

Seturut itu, penyidik berwenang memeriksa alat dan/atau sarana berkaitan dengan aktivitas teknologi informasi dari tindak yang diduga pidana.

Masih beririsan dengan kewenangan TNI sebagai penyidik, RUU KKS mengatur pula sejumlah tindak pidana baru dalam Pasal 58, 59, dan 60, dengan ancaman pidana dalam Pasal 61, 62, 63, dan 64. Penyidik, termasuk TNI, bisa memproses hukum ketika ada pelanggar yang merusak infrastruktur informasi kritikal (IIK), seperti jaringan listrik, sistem transportasi, fasilitas kesehatan, sistem keuangan, dan jaringan komunikasi.

"Setiap orang dilarang tanpa hak dan/atau melawan hukum melakukan tindakan yang mengganggu, merusak, menghancurkan, melumpuhkan, atau membuat IIK tidak dapat digunakan atau mengakibatkan terganggunya atau tidak berfungsinya IIK," demikian petikan Pasal 58. 

TANGGAPAN PIHAK MILITER

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun