Mohon tunggu...
Hardius Usman
Hardius Usman Mohon Tunggu... Dosen - Humanitarian Values Seeker in Traveling

Doktor Manajemen Pemasaran dari FEUI. Dosen di Politeknik Statistika STIS. Menulis 17 buku referensi dan 3 novel, serta ratusan tulisan ilmiah populer di koran. Menulis hasil penelitian di jurnal nasional maupun internasional bereputasi. Mempunyai hobby travelling ke berbagai tempat di dunia untuk mencari nilai-nilai kemanusiaan.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Memudarnya Imajinasi di Paris

12 Juni 2020   15:48 Diperbarui: 13 Juni 2020   12:54 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Koleksi Pribadi

Jadi tidak mengherankan walau belum pernah berkunjung ke sana, seseorang dapat merasakan romansa yang dialirkan kota tersebut. Inilah yang menyebabkan banyak orang memimpikan untuk berkunjung ke sana.

Ketika kita berkunjung ke Paris, maka semua yang kita lihat di sana akan tersambung dengan memori di otak kita yang berisi citra kota itu. Sadar atau tidak sadar, kita akan merasakan keromantisan yang serasa dipancarkan kota ini. 

Jangankan bunga-bunga yang mekar di musim semi, ranting-ranting pohon di musim gugur pun terasa romantis.

Sumber: Koleksi Pribadi
Sumber: Koleksi Pribadi
Sekalipun citra mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi emosi seseorang, tetapi manusia juga mempunyai kemampuan kognitif untuk mengevaluasi sebuah citra. 

Setiap wisatawan pasti akan mengevaluasi tempat wisata yang dikunjungi berdasarkan pengalamannya, termasuk citra kota Paris. Pada kunjungan pertama ke Paris, kami sangat merasakan keindahan, kegemerlapan, dan keromantisan kota Paris. 

Sayangnya, pada kunjungan-kunjungan berikutnya, perlahan-lahan citra itu mulai memudar. Bukan karena Eiffel kehilangan cahaya, atau Sungai Seine tidak lagi menyapa, melainkan apa yang kami alami di Paris.

Paris bukan lagi kota yang terbilang bersih untuk ukuran kota-kota indah di Eropa. Sampah bergeletakan di sana-sini, bahkan di Eiffel atau Arc de Triomphe. Tapi kita harus hati-hati untuk membuang sampah tidak pada tempatnya. 

Terkadang ada petugas yang siap menangkap, walaupun kita membuang sampah ke onggokan sampah. Lucunya si petugas nongkrongnya di dekat onggokan sampah itu, seolah-olah menunggu orang yang teledor berbuat salah, terutama wisatawan yang tidak mengerti adanya aturan itu.

KRL apalagi MRT di Jakarta ternyata lebih bagus dan nyaman ketibang metro atau kereta bawah tanah di Paris. Tukang ngamen, peminta-minta, atau tukang berjualan, masih beroperasi di dalam kereta, sekalipun main'kucing-kucingan' dengan petugas. 

Beberapa stasiun bawah tanah memang ikonik dan terjaga keindahannya, tetapi di stasiun lainnya, banyak gelandangan yang tidur di sana. Beberapa stasiun terkesan kumuh apalagi disertai bau tak sedap (baca: bau kencing). 

Kalau urusan bau tak sedap ini, bukan hanya di stasiun tetapi juga di beberapa tempat, seperti sudut-sudut jalan, dekat pohon, atau di pinggir bangunan.

Sekarang kita juga harus sangat berhati-hati pada copet Paris. Saya menjadi target copet Paris dalam dua kunjungan terakhir. Bayangkan, padahal seumur-umur hidup di Jakarta, saya hanya sekali saja hampir dicopet. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun