Tentu saja tidak semua makanan sisa masih layak. Untuk kerak-kerak nasi yang menempel di panci pemanas biasanya aku kumpulkan. Kebetulan, ada tetanggaku yang masih mengumpulkan nasi bekas untuk dijemur.Â
Begitu juga untuk minyak jelantah biasanya aku masukkan ke botol-botol bekas kemasan minuman, ada yang suka mengambilnya. Kalau mau dijual minyak jelantah dihargai enam ribu rupiah per liternya. Temanku kebetulan ada yang rajin membuat kompos organik termasuk sisa makanan ini.
Aku tidak pernah menjual barang bekas atau sisa, mereka mau mengambil atau menerima saja sudah sangat membantuku bermanfaat bagi mereka. Termasuk sampah-sampah wadah plastik, biasanya aku berikan ke tukang sampah yang mengambil sampah di rumah. Oleh mereka bisa dijual lagi dan menjadi tambahan pendapatan.
Itulah di antara caraku tidak berlebihan, tidak mubazir, dan tidak menyakiti lingkungan dengan terus menghasilkan sampah. Bukan berarti pula aku berhenti sama sekali membeli makanan di luar. Karena ada saat juga kita harus menyenangkan anak-anak dengan makan di luar. Hanya saja semua harus dilakukan secara bijaksana.
Aku belum sampai pada tahap membuat kompos mandiri. Aku masih pada tahap memilah, menggunakan kembali, dan mengoper ke orang lain yang bisa memanfaatkannya. Semoga ramadan menjadikan kita lebih bijak dalam segala hal termasuk bertanggung jawab atas sampah yang kita hasilkan.
Â
Referensi:
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI