Mohon tunggu...
TA Hans Silaban
TA Hans Silaban Mohon Tunggu... -

Sang angin yang merindu, mengharap debu menjadi kristal ... !!!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sepekan yang Menyakitkan

4 Oktober 2018   09:45 Diperbarui: 4 Oktober 2018   09:49 596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
blastingnews.com - Gambar Ilustrasi, editing penulis

Mendengar ucapanku itu kau menjadi marah besar. Kemarahanmu engkau lampiaskan dalam bentuk kata-kata kasar, pertanda kamu tidak setuju dengan ucapanku itu. Tetapi ada baiknya juga aku berkata seperti itu. Karena dengan perkataan itu, akhirnya kamu buka suara, dan menjelaskan sebab musabab mengapa kamu bermurung durja selama dalam perjalanan.

Klarifikasi yang kau lakukan sedikit membuatku lebih lega, walau sebenarnya beban di hatiku masih terasa sangat berat. Tidak terwujudnya keinginanku untuk bicara langsung dengan lelaki itu, membuat rasa curigaku masih terus menekan perasaanku. Jujur, aku belum bisa menerima peristiwa itu dengan berlapang dada.

Bertolak dari Pematangsiantar kemudian sampai di Pekanbaru. Tak lama setelah itu, kita melanjutkan perjalanan ke Bandung dengan menggunakan penerbangan pertama dari Bandar Udara Sultan Syarif II Pekanbaru. Beban berat yang menekan perasaan kubawa pulang bersamamu ke rumah kita di Bandung.

Walau senang bisa sampai di rumah dengan selamat, namun perasaan gundah terus menyelimuti pikiranku. Aku terus berusaha untuk membuat suasana hatiku menjadi nyaman, dengan berlaku mesra pada setiap komunikasi dan interaksi kita. Aku harus akui, sejak peristiwa itu rasa sayangku kepadamu menjadi bertambah berlipat-lipat.

>>>

Berkat usaha dan rasa ingin tahuku yang sangat tinggi, akhirnya aku menemukan nomor kontak pria itu dari kelompok grup yang masih muncul dilayar handphone-mu. Aku tidak menyia-nyiakan penemuan itu dan segera menghubungi pria itu lewat handphone-ku.

Dadaku bergetar sangat kencang saat aku mendengar tanda, bahwa kontak yang kulakukan tersambung. Degup jantungku berdenyut lebih keras lagi, saat komunikasiku dengan pria itu benar-benar tersambung. Lalu aku dan dia terlibat pembicaraan yang sangat serius, sebagaimana pria dewasa berbicara.

Aku sangat bersyukur, karena setiap detik pembicaraanku dengannya tak sedikitpun berbau konflik. Pembicaraan itu kemudian menempatkan aku pada posisi yang sangat diuntungkan, karena setelah pembicaraan itu, perasaanku benar-benar terasa plong, karena aku menemukan pengakuan langsung dari pria itu, bahwa peristiwa pesan pendek itu adalah peristiwa ketidak sengajaan, dan terjadi begitu saja.

Seperti terlepas dari kuatnya sebuah cengkeraman di leher, begitulah aku terbebas dari segala beban di hati, yang hampir semua beban itu berupa pikiran curiga. Beban berupa pertanyaan yang menjejali pikiranku, kemudian semua terjawab setelah aku melakukan pembicaraan langsung dengan pria itu.

Aku seperti menemukan diriku kembali, setelah beberapa waktu hati dan pikiranku melayang meninggalkan aku, lantaran pergi ke segala penjuru untuk mencari jawaban dari berbagai pertanyaan yang menjejali pikiranku.

Sembari meminta maaf, lelaki itu menjawab semua pertanyaanku dengan tulus. Sekalipun tidak disengaja, lelaki itu menyadari bahwa ia memiliki andil, sehingga peristiwa itu terjadi dan membuat situasi menjadi tak terkendali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun