Dalam semesta politik yang hiruk-pikuk, di mana informasi datang tanpa verifikasi dan kebencian dikemas dalam narasi "kritis", suara yang tenang dan rasional justru terasa menyejukkan.
Ali Mochtar Ngabalin, tokoh yang bagi sebagian dianggap kontroversial, kembali ke ruang publik dengan sebuah pesan yang justru patut kita renungkan lebih dalam: Bangun dirimu, bukan kebencianmu. Jaga martabat bangsa dengan adab, bukan amarah.
Presiden Tidak Boleh Salah: Kritik atau Proyek Politik?
Ngabalin menyampaikan satu hal penting: Presiden tidak boleh salah. Jika ada kebijakan keliru, yang bertanggung jawab adalah pembantunya. Ini bukan bentuk pembelaan buta. Ini adalah seruan untuk memahami struktur tanggung jawab dalam sebuah pemerintahan. Presiden Joko Widodo, yang sudah melalui proses pemilihan dua periode secara sah, tidak layak direndahkan dengan tuduhan murahan seperti ijazah palsu.
Tudingan yang sudah berlangsung bertahun-tahun itu, menurut Ngabalin, adalah proyek besar berbiaya besar. Proyek tanpa tender, kata Ngabalin---yakni tanpa etika, tanpa akal sehat, tapi penuh investasi kebencian. Tujuannya bukan sekadar membangun opini, tetapi menjatuhkan reputasi seorang pemimpin yang di dunia internasional dipuji dan dihormati.
Dalam dunia yang menuntut ketepatan informasi, menyebar fitnah tentang ijazah seorang kepala negara adalah bentuk sabotase terhadap logika. Lebih dari itu, ini adalah tanda bahwa kita kehilangan rasa malu sebagai bangsa.
Moderasi Beragama dan Pelajaran dari Perbedaan
Sebagai Guru Besar bidang moderasi beragama di Busan University, Ngabalin tidak hanya hadir sebagai pembela pemerintah, tetapi juga sebagai pembawa nilai-nilai luhur toleransi. Ia mengingatkan bahwa Indonesia damai bukan karena kebetulan, tetapi karena fondasi kuat bernama Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
Moderasi beragama, menurutnya, bukan kompromi keyakinan, melainkan cara menjaga keberagaman agar tak menjadi bara. Di tengah arus sektarianisme dan ekstremisme, pesan Ngabalin menjadi semakin penting: keseimbangan antara iman dan harmoni sosial adalah fondasi negara majemuk.
Membangun Diri, Bukan Membakar Orang Lain