Mohon tunggu...
nurhanifah hany
nurhanifah hany Mohon Tunggu... Mahasiswa -

membaca dari ucapan, pendengaran, dan penglihatan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Pendidikan Seksual, Tabu atau Perlu?

23 Desember 2018   21:39 Diperbarui: 25 Desember 2018   11:31 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

University of Barcelona pada 2009 melakukan riset yang memberikan hasil senada, bahwa pelaku terbanyak adalah orang yang dekat dengan korban. Hasilnya, 30% pelaku kejahatan seksual adalah keluarga korban, seperti kakak laki-laki, ayah, paman, dan sepupu. Sebanyak 60% adalah teman anggota keluarga, pengasuh anak, atau tetangga, dan sisa yang 10% adalah orang asing. Riset ini menyebut 7,9 persen laki-laki dan 19,7 persen perempuan seluruh dunia pernah mengalami pelecehan seksual hingga usia 18 tahun.

Lalu, masihkah kita mau menganggap pendidikan seksual menjadi hal yang tabu?

Mari belajar dari Belanda yang telah memberikan edukasi seksualitas dan relasi secara formal sejak anak berusia empat tahun. Ineke van der Vlugt, pakar perkembangan seksual anak muda dari Rutgers WPF mengatakan edukasi yang diberikan berupa citra diri, mengembangkan identitas diri, peran gender, serta belajar mengekspresikan keinginan dan batasan-batasan diri. Seperti dikutip dalam situs resmi PBS.

Selain itu, Jatmikowati et. al. (2015) dalam studinya mengatakan anak usia satu hingga lima tahun sudah bisa diberikan pendidikan seks dasar. Anak dapat diajari untuk mengenal organ-organ seksnya tanpa perlu penjelasan mendetail, sebab rentang waktu atensinya cenderung lebih pendek dari orang dewasa.  Pun, sosialisasi untuk tidak mempertontonkan alat kelaminnya kepada sembarang orang juga perlu disampaikan.

Hal senada juga disampaikan Saskhya, rekanan pendiri Tiga Generasi---wadah konsultasi dan informasi seputar kesehatan dan permasalahan psikologi---bahwa pendidikan seks bisa dimulai sejak balita.

Saskhya menjelaskan materi pendidikan seks untuk anak-anak tetap harus memperhatikan konteks-konteks tertentu. Seperti nilai budaya dalam keluarga, sebagai konselor ia memperhatikan dengan detail bagaimana sikap keluarga menerima pengetahuan pendidikan seks. Jika orang tua memiliki sikap yang terbuka, konseling dapat dilakukan dengan orang tua. Namun, jika orang tua memiliki sikap tertutup konseling dilakukan dengan anaknya.


Ia menerangkan, setiap anak memiliki cara belajar berbeda. Sehingga perlakuan dan sumber informasi dalam memberi pendidikan seks secara ideal beragam. Pahamilah bahwa segala informasi yang diterima anak baiknya diketahui oleh orang tua, agar tak menimbulkan pemaknaan yang salah.

Bagaimana cara memberikan pendidikan seksual pada anak?

Pertama ingatlah usia anak, kita anda memberikan pendidikan seksual. Pada usia anak sekolah dasar kenalkan anak dengan anggota tubuh dan fungsi-fungsinya serta bagaimana ia menghargai tubuhnya sehingga dapat menjaganya. Berikanlah informasi secara bertahap, dan jangan menunggu anak bertanya.

Jika anak bertanya, pastikan memberikan jawaban hingga anak merasa paham. Jangan memberikan jawaban yang memiliki arti ganda, atau jawaban yang menggantung. Hal ini dapat membuat anak mencari informasi dari sumber lain yang belum dapat dipastikan keabsahannya.

Lalu, pastikan bahwa Anda adalah sumber terpercaya anak yang dapat menjawab apa saja dan kapan saja. Sehingga ia dapat menceritakan hal-hal personalnya kepada Anda, sehingga tidak menimbulkan peluang perlakuan jahat dari orang lain karena ketidaktahuannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun